Realitas
Jenis Kelamin Dalam Masyarakat
Persamaan adalah sangat mendasar
bagi setiap masyarakat demokratis yang bertekad kuat melaksanakan keadilan dan
hak asasi manusia.Di dalam semua masyarakat dan semua lingkungan
kegiatan,perempuan merupakan subyek ketidaksamaan di dalam hukum dan
kenyataan.Keadaan ini sekaligus disebabkan dan diperburuk karena adanya
diskriminasi di dalam keluarga,di masyarakat dan di tempat kerja.Diskriminasi
terhadap perempuan diabadikan oleh kekalan konsep konsep klise (mengenai
laki-laki maupun perempuan) dan budaya tradisional serta keyakinan yang merusak
terhadap perempuan.
Beberapa Negara memperlakukan dengan
baik perempuan serta laki laki mereka.Jurang sosial dan ekonomi di antara perempuan
dan laki-laki di hampir seluruh bagian dunia masih sangat besar.Perempuan
merupakan mayoritas orang miskin dunia dan jumlah perempuan yang hidup dalam
kemiskinan pedesaan meningkat dengan 50 % sejak tahun 1975.Perempuan juga
merupakan mayoritas buta huruf dunia.Perempuan di Afrika dan asia bekerja lebih
banyak dari laki-laki dan sebagian besar tidak di bayar.Di seluruh
dunia,perempuan memperoleh penghasilan 30 % sampai 40 % lebih kecil daripada
penghasilan laki-laki untuk mengerjakan pekerjaan yang sama.Perempuan memegang
antara 10 % dan 20 % jabatan manajer dan administratif di seluruh dunia,kurang
daripada 20 %dari jabatan dalam manufacturing.Perempuan
memegang kurang dari 5 % kepala Negara dunia[1].Lebih
banyak perempuan dan anak perempuan mati setiap hari karena berbagai bentuk
diskriminasi jenis kelamin daripada karena tipe penyalahgunaan hak asasi
manusia lainnya.[2]
Perempuan sangat menderita dalam
adminsitrasi peradilan.Di banyak Negara perempuan tidak memiliki hak hukum yang
sama dengan laki laki dan karena itu diperlakukan sebagai warga Negara kelas
dua di kantor polisi dan ruang pengadilan.Ketika di tahan atau dipenjarakan
perempuan jauh lebih rentan terhadap perlakuan tidak senonoh daripada
laki-laki.Khususnya dalam bentuk serangan seksual.Perempuan acap
ditahan,disiksa bahkan dibunuh karena keluarga mereka atau karena orang orang
yang bergabung dengannya terkait dengan kelompok perlawanan politik di inginkan
oleh pemerintah.Pada waktu kerusuhan internal,semua hak asasi manusia
terancam,terutama bagi orang-orang sipil.Dalam keadaan demikian perempuan
sangat menderita dengan cepat terlibat dalam sengketa bukan karena perbuatan
mereka.Mereka menajdi obyek pembunuhan balas dendam.Merka menjadi bagian
terbesar pengungsi dunia dan orang-orang yang terusir.Meraka terpaksa merawat
sendiri keluarga dan hak milik mereka.Mereka diperkosa dan dilecehkan secara
seksual tanpa penghukuman bagi pelakunya.
Perlindungan
Hukum Hak Asasi Perempuan :
Persamaan
dan Non-Diskriminasi
Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah instrumen hukum
internasional pertama yang dengan tegas menegaskan kesamaan hak laki-laki dan
perempuan dan memasukan jenis kelamin sebagai salah satu dasar larangan
diskrimansi (bersama dengan ras,bahasa dan agama)[3].Sejak
saat itu,persamaan hak untuk perempuan diperbaiki dan diperluas dalam banyak
traktat hak asasi manusia internasional terutama sekali ICCPR dan ICECR.Hak yang
tercantum dalam kedua instrumen ini berlaku sepenuhnya terhadap perempuan
maupun laki-laki seperti hak-hak dalam konvensi
Menentang Penyiksaan dan Konvensi
Internasional tentang Penghaspusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.Non-diskriminasi
atas dasar kelamin juga tercantum dalam konvenan
tentang Hak-hak anak,dan dalam setiap traktat hak-hak asasi manusia
regional.[4]Lalu
mengapa perlu ada pemikiran untuk mengembangkan instrumen hukum bagi perempuan
yang terpisah? Sarana saran tambahan untuk hak asasi perempuan tampaknya
diperlukan karena fakta “kemanusiaan” mereka saja tidak cukup untuk menjamin
perlindungan perempuan atas hak-hak mereka.Sebagaimana di jelaskan dalam
pembukaan Konvensi tantang penghapusan
segala brntuk diskriminasi terhadap perempuan,perempuan masih tidak
memiliki hak yang sama dengan laki-laki dan diskriminasi terhadap perempuan
terus berlangsung dalam berbagai masyarakat.
Konvensi diterima oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa dalam tahun 1979 dan berlaku dalam tahun 1981[5].Konvensi
mengukuhkan dan memperluas ketentuan ketentuan instrument hukum internasional
yang berlaku yang dimaksudkan untuk memberantas berlanjutnya diskriminasi
terhadap perempuan.Konvensi mengidentifikasi banyak bidang tempat adanya
diskriminasi luar biasa terhadap perempuan,misalnya yang berkaitan dengan
hak-hak politik,perkawinan dan keluarga,serta pekerjaan.Dalam bidang bidang ini
ada jajaran bidan-bidang lainnya.Konvensi menetapkan tujuan spesifik dan
tindakan yang harus di ambil oleh Negara Negara peserta untuk membantu
terciptanya masyarakat global yang didalamnya perempuan memperoleh persamaan
sepenuhnya dengan laki-laki dan oleh karena itu perwujudan sepenuhnya atas
ha-hak asasi manusia yang dijamin kepada mereka.Berikut hal-hal terkait dengan
hak-hak asasi yang melekat pada perempuan .
Hak
wanita
- Hak
Persepektif Gender
Hak asasi dalam undang-undang nomor 39 tahun 1999
adalah hak asasi manusia[6].Sitem
pemilihan umum ,kepartaian ,pemilihan anggota legislatif dan sistem
pengangkatan di bidang eksekutif,yudikatif harus menjamin keterwakilan wanita
sesuai persyaratan yang ditentukan.Artinya,pemeberian kesempatan dan kedudukan
yang sama bagi wanita untuk melaksanakan peranannya dalam bidang
eksekutif,yudikatif,legislatif,kepartaian dan pemilihan umum menuju keadilan
dan kesetaraan gender.
- Anti
Diskriminasi
Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia,tidak
dapat menerima diskriminasi karena semua manusia dilahirkan sama dan bebas
dalam martabat dan hak.Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang di
muat di dalamnya tanpa perbedaan apa pun termasuk perbedaan berdasarkan jenis
kelamin.Untuk itu perlu ada persamaan hak antara pria dan wanita.Namun
kenyataannya diskriminasi yang luas terhadap wanita masih tetap ada.Hal ini
menjadi halangan bagi partisipasi wanita atas dasar persamaan dengan kaum pria
dalam kehidupan politik,sosial,ekonomi dan budaya.
Pasal 7 konvensi mengenai penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap wanita telah diratifikasi dengan undang-undang nomor 7
tahun 1994,mengatakan : Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan
yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap wanita dalam kehidupan politik
dan kehidupan masyarakat negaranya.Khususnya menjamin bagi wanita atas dasar
persamaan dengan pria,hak :untuk memilih dan dipilih,untuk berpartisipasi dalam
perumusan kebijaksanaan pemerintah dan implementasinya,memegang jabatan dalam
pemerintahan dan melaksanakan fungsi pemerintahan di semua tingkat,untuk
berpartisipasi dalam organisasi-organisasi dan perkumpulan-perkumpulan
nonpemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik Negara.[7]
3 Hak
memilih dan pilih bagi wanita
Wanita berhak untuk memilih,dipilih dan diangkat
dalam pekerjaan,jabatan dan profesi sesuai dengan persyaratan dan
perundang-undangan (pasal 49).Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan
khusus dalam melaksanakan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat
mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi
wanita,yaitu pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan haid,hamil,melahirkan
dan pemberian kesempatan untuk menyusui anak[8].Undang
undang nomor 12 Tahun 1948 memberi cuti haid bagi wanita pada hari pertama dan
hari kedua haid (pasal 13).Wanita yang hendak menggunakan hak mengambil cuti
haid berkewajiban menyampaikan surat permohonan istirahat 10 (sepuluh) hari
sebelumnya (peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1948),aturan ini tidak berlaku
bagi buruh yang keguguran kandungannya.
Kepada wanita juga diberikan hak cuti hamil selama
satu setengah bulan sebelum saatnya ia melahirkan dan cuti melahirkan selama
satu setengah bulan terhitung sejak ia melahirkan (pasal 13 Undnag-undang Nomor
12 Tahun 1948) atau keguguran kandungannya.Bagi buruh wanita yang menyusui
anaknya harus diberikan waktu selama waktu bekerja.[9]
Literatur :
·
Prinst
Darwan,Sosialisasi & Diseminasi penegakan Hak Asasi Manusia,Citra Aditya
Bakti,Bandung,2001
[1] Diskriminasi terhadap perempuan disebut “ bencana kematian”
(adeadly disease).
[2] Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa,lebih dari satu juta bayi
perempuan mati setiap tahun karena
mereka adalah perempuan.
[3] Pernyataan Universal
tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right) tahun 1948
[4] (ACHPR,Pasal 2;ACHR,Pasal 1;ECHR,Pasal 14).
[5] Pasal 1 mnyatakan bahwa :
“perngertian `diskriminasi terhadap
perempuan ` berarti setiap pembedaan,pengecualian atau pembatasan yang dibuat atas dasar kelamin
yang memiliki akibat atau tujuan yang tidak adil atau membatalkan
pengakuan,perolehan atau pelaksanaan hak-hak asasi dan kebebasan dasar manusia
dalam bidang politik,ekonomi,sosial ,budaya dan sipil atau bidang bidang
lainnya,atas dasar persamaan laki-laki dan perempuan,terlepas dari status
perkawinan mereka “
[6] (pasal 45).
[7] Ketentuan pasal 47 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2000 ini merambah
ketentuan pasal 8 Undang-Undang nomor 62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan
Republik Indonesia yang menyatakan :
“seorang perempuan warga Negara
Republik Indonesia yang kawin dengan asing kehilangan kewarganegaraan Republik
Indonesianya,apabila dalam 1(satu) tahun setelah perkawinannya berlangsung
menyatakan keterangan untuk itu,kecuali ia dengan kehilangan kewarganegaraan
Repulik Indonesia itu menjadi tanpa kewarganegaraan ayat (1).
[8] Stb 1925 nomor 647 mangatakan:
“wanita tidak boleh menjalankan
pekerjaan antara pukul 10.00 malam sampai dengan pukul 05.00 pagi,tidak boleh
menjalankan pekerjaan di tambang,lubang di tanah,atau tugas lain untuk
mengambil logam dan batu dari dalam tanah “. (Pasal 3).
[9] (Darwan Prinst,S.H.:200:129).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar