Sabtu, 15 Desember 2012

Konvensi penghapusan diskriminasi perempuan



Realitas Jenis Kelamin Dalam Masyarakat
            Persamaan adalah sangat mendasar bagi setiap masyarakat demokratis yang bertekad kuat melaksanakan keadilan dan hak asasi manusia.Di dalam semua masyarakat dan semua lingkungan kegiatan,perempuan merupakan subyek ketidaksamaan di dalam hukum dan kenyataan.Keadaan ini sekaligus disebabkan dan diperburuk karena adanya diskriminasi di dalam keluarga,di masyarakat dan di tempat kerja.Diskriminasi terhadap perempuan diabadikan oleh kekalan konsep konsep klise (mengenai laki-laki maupun perempuan) dan budaya tradisional serta keyakinan yang merusak terhadap perempuan.
            Beberapa Negara memperlakukan dengan baik perempuan serta laki laki mereka.Jurang sosial dan ekonomi di antara perempuan dan laki-laki di hampir seluruh bagian dunia masih sangat besar.Perempuan merupakan mayoritas orang miskin dunia dan jumlah perempuan yang hidup dalam kemiskinan pedesaan meningkat dengan 50 % sejak tahun 1975.Perempuan juga merupakan mayoritas buta huruf dunia.Perempuan di Afrika dan asia bekerja lebih banyak dari laki-laki dan sebagian besar tidak di bayar.Di seluruh dunia,perempuan memperoleh penghasilan 30 % sampai 40 % lebih kecil daripada penghasilan laki-laki untuk mengerjakan pekerjaan yang sama.Perempuan memegang antara 10 % dan 20 % jabatan manajer dan administratif di seluruh dunia,kurang daripada 20 %dari jabatan dalam manufacturing.Perempuan memegang kurang dari 5 % kepala Negara dunia[1].Lebih banyak perempuan dan anak perempuan mati setiap hari karena berbagai bentuk diskriminasi jenis kelamin daripada karena tipe penyalahgunaan hak asasi manusia lainnya.[2]

            Perempuan sangat menderita dalam adminsitrasi peradilan.Di banyak Negara perempuan tidak memiliki hak hukum yang sama dengan laki laki dan karena itu diperlakukan sebagai warga Negara kelas dua di kantor polisi dan ruang pengadilan.Ketika di tahan atau dipenjarakan perempuan jauh lebih rentan terhadap perlakuan tidak senonoh daripada laki-laki.Khususnya dalam bentuk serangan seksual.Perempuan acap ditahan,disiksa bahkan dibunuh karena keluarga mereka atau karena orang orang yang bergabung dengannya terkait dengan kelompok perlawanan politik di inginkan oleh pemerintah.Pada waktu kerusuhan internal,semua hak asasi manusia terancam,terutama bagi orang-orang sipil.Dalam keadaan demikian perempuan sangat menderita dengan cepat terlibat dalam sengketa bukan karena perbuatan mereka.Mereka menajdi obyek pembunuhan balas dendam.Merka menjadi bagian terbesar pengungsi dunia dan orang-orang yang terusir.Meraka terpaksa merawat sendiri keluarga dan hak milik mereka.Mereka diperkosa dan dilecehkan secara seksual tanpa penghukuman bagi pelakunya.
Perlindungan Hukum Hak Asasi Perempuan :
Persamaan dan Non-Diskriminasi
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah instrumen hukum internasional pertama yang dengan tegas menegaskan kesamaan hak laki-laki dan perempuan dan memasukan jenis kelamin sebagai salah satu dasar larangan diskrimansi (bersama dengan ras,bahasa dan agama)[3].Sejak saat itu,persamaan hak untuk perempuan diperbaiki dan diperluas dalam banyak traktat hak asasi manusia internasional terutama sekali ICCPR dan ICECR.Hak yang tercantum dalam kedua instrumen ini berlaku sepenuhnya terhadap perempuan maupun laki-laki seperti hak-hak dalam konvensi Menentang Penyiksaan dan Konvensi Internasional tentang Penghaspusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.Non-diskriminasi atas dasar kelamin juga tercantum dalam konvenan tentang Hak-hak anak,dan dalam setiap traktat hak-hak asasi manusia regional.[4]Lalu mengapa perlu ada pemikiran untuk mengembangkan instrumen hukum bagi perempuan yang terpisah? Sarana saran tambahan untuk hak asasi perempuan tampaknya diperlukan karena fakta “kemanusiaan” mereka saja tidak cukup untuk menjamin perlindungan perempuan atas hak-hak mereka.Sebagaimana di jelaskan dalam pembukaan Konvensi tantang penghapusan segala brntuk diskriminasi terhadap perempuan,perempuan masih tidak memiliki hak yang sama dengan laki-laki dan diskriminasi terhadap perempuan terus berlangsung dalam berbagai masyarakat.
Konvensi diterima oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam tahun 1979 dan berlaku dalam tahun 1981[5].Konvensi mengukuhkan dan memperluas ketentuan ketentuan instrument hukum internasional yang berlaku yang dimaksudkan untuk memberantas berlanjutnya diskriminasi terhadap perempuan.Konvensi mengidentifikasi banyak bidang tempat adanya diskriminasi luar biasa terhadap perempuan,misalnya yang berkaitan dengan hak-hak politik,perkawinan dan keluarga,serta pekerjaan.Dalam bidang bidang ini ada jajaran bidan-bidang lainnya.Konvensi menetapkan tujuan spesifik dan tindakan yang harus di ambil oleh Negara Negara peserta untuk membantu terciptanya masyarakat global yang didalamnya perempuan memperoleh persamaan sepenuhnya dengan laki-laki dan oleh karena itu perwujudan sepenuhnya atas ha-hak asasi manusia yang dijamin kepada mereka.Berikut hal-hal terkait dengan hak-hak asasi yang melekat pada perempuan .


Hak wanita
  1. Hak Persepektif Gender
Hak asasi dalam undang-undang nomor 39 tahun 1999 adalah hak asasi manusia[6].Sitem pemilihan umum ,kepartaian ,pemilihan anggota legislatif dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif,yudikatif harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan.Artinya,pemeberian kesempatan dan kedudukan yang sama bagi wanita untuk melaksanakan peranannya dalam bidang eksekutif,yudikatif,legislatif,kepartaian dan pemilihan umum menuju keadilan dan kesetaraan gender.
  1. Anti Diskriminasi
Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia,tidak dapat menerima diskriminasi karena semua manusia dilahirkan sama dan bebas dalam martabat dan hak.Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang di muat di dalamnya tanpa perbedaan apa pun termasuk perbedaan berdasarkan jenis kelamin.Untuk itu perlu ada persamaan hak antara pria dan wanita.Namun kenyataannya diskriminasi yang luas terhadap wanita masih tetap ada.Hal ini menjadi halangan bagi partisipasi wanita atas dasar persamaan dengan kaum pria dalam kehidupan politik,sosial,ekonomi dan budaya.
Pasal 7 konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita telah diratifikasi dengan undang-undang nomor 7 tahun 1994,mengatakan : Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap wanita dalam kehidupan politik dan kehidupan masyarakat negaranya.Khususnya menjamin bagi wanita atas dasar persamaan dengan pria,hak :untuk memilih dan dipilih,untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijaksanaan pemerintah dan implementasinya,memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan fungsi pemerintahan di semua tingkat,untuk berpartisipasi dalam organisasi-organisasi dan perkumpulan-perkumpulan nonpemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik Negara.[7]
3    Hak memilih dan pilih bagi wanita
Wanita berhak untuk memilih,dipilih dan diangkat dalam pekerjaan,jabatan dan profesi sesuai dengan persyaratan dan perundang-undangan (pasal 49).Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam melaksanakan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita,yaitu pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan haid,hamil,melahirkan dan pemberian kesempatan untuk menyusui anak[8].Undang undang nomor 12 Tahun 1948 memberi cuti haid bagi wanita pada hari pertama dan hari kedua haid (pasal 13).Wanita yang hendak menggunakan hak mengambil cuti haid berkewajiban menyampaikan surat permohonan istirahat 10 (sepuluh) hari sebelumnya (peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1948),aturan ini tidak berlaku bagi buruh yang keguguran kandungannya.
Kepada wanita juga diberikan hak cuti hamil selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia melahirkan dan cuti melahirkan selama satu setengah bulan terhitung sejak ia melahirkan (pasal 13 Undnag-undang Nomor 12 Tahun 1948) atau keguguran kandungannya.Bagi buruh wanita yang menyusui anaknya harus diberikan waktu selama waktu bekerja.[9]



















Literatur :
·         Prinst Darwan,Sosialisasi & Diseminasi penegakan Hak Asasi Manusia,Citra Aditya Bakti,Bandung,2001





[1] Diskriminasi terhadap perempuan disebut “ bencana kematian” (adeadly disease).
[2] Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa,lebih dari satu juta bayi perempuan mati setiap tahun   karena mereka adalah perempuan.
[3] Pernyataan Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right) tahun 1948
[4] (ACHPR,Pasal 2;ACHR,Pasal 1;ECHR,Pasal 14).
[5] Pasal 1 mnyatakan bahwa :
“perngertian `diskriminasi terhadap perempuan ` berarti setiap pembedaan,pengecualian   atau pembatasan yang dibuat atas dasar kelamin yang memiliki akibat atau tujuan yang tidak adil atau membatalkan pengakuan,perolehan atau pelaksanaan hak-hak asasi dan kebebasan dasar manusia dalam bidang politik,ekonomi,sosial ,budaya dan sipil atau bidang bidang lainnya,atas dasar persamaan laki-laki dan perempuan,terlepas dari status perkawinan mereka “
[6] (pasal 45).
[7] Ketentuan pasal 47 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2000 ini merambah ketentuan pasal 8 Undang-Undang nomor 62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia yang menyatakan :
“seorang perempuan warga Negara Republik Indonesia yang kawin dengan asing kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesianya,apabila dalam 1(satu) tahun setelah perkawinannya berlangsung menyatakan keterangan untuk itu,kecuali ia dengan kehilangan kewarganegaraan Repulik Indonesia itu menjadi tanpa kewarganegaraan ayat (1).
[8] Stb 1925 nomor 647 mangatakan:
“wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan antara pukul 10.00 malam sampai dengan pukul 05.00 pagi,tidak boleh menjalankan pekerjaan di tambang,lubang di tanah,atau tugas lain untuk mengambil logam dan batu dari dalam tanah “. (Pasal 3).
[9] (Darwan Prinst,S.H.:200:129).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar