BAB II
PEMBAHASAN
Liga Bangsa-bangsa
Peran dunia pertama
resmi berakhir dengan traktat Versailles
yang ditandatangani pada Konferensi Perdamaian Paris 1919. Traktat juga
membentuk Liga Bangsa-bangsa dan Badan Perburuhan Internasional (Internasional Labour Office). Tujuan
utama dari liga tersebut adalah “untuk menggalakkan kerja sama internasional
dan untuk mencapai perdamaian dan keamanan Internasional”. Instrumen-instrumen
untuk mencapai tujuan ini didasarkan pada gagasaan perlucutan senjata,
penyelesaian sengketa secara damai dan larangan perang; jaminan umum
kemerdekaan masing-masing anggota, dan sanksi terhadap pelanggaran atas
asas-asas ini. Liga memiliki tiga organ utama, yaitu: Dewan (Council), Majelis (Assembly), dan Sekretariat. Tanpa masuk terlalu rinci pada
organisasi liga yang sesungguhnya, cukup untuk menyatakan bahwa Dewan merupakan
organ dengan keanggotaan terbatas, bahwa Majelis merupakan organ Pleno Liga
yang mencakup negara penandatanganan pada perjanjian Versailles, sedangkan
sekretariat merupakan organ pelayanan. Program perlucutan senjata liga
sepenuhnya gagal untuk mencapai tujuannya. Mengenai instrumen lain pada tugas
liga, suatu penjelasan ringkas atas kegiatannya menyatakan bahwa bukan kualitas
dari instrumen yang ada yang menyebabkan ketidakefektifan pelaksanaannya secara
keseluruhan. Kegagalannya untuk bertindak sesuai dengan kewajibannya pada saat
yang sangat dibutuhkan lebih terkait dengan kelesuan dan keengganan
negara-negara anggota ketimbang tidak memadainya ketentuan-ketentuan traktat
yang lahir. Berikut konsepsi
HAM dikalangan sejarawan Eropa tumbuh dari konsep hak (right) pada Yurisprudensi Romawi, kemudian meluas pada etika via teori hukum alam. Tentang hal ini, Robert Audi mengatakan sebagai berikut: the concept of right arose in Roman
Jurisprudence and was extended to ethics via natural law theory. Just as
positive lawmakers, confers legal rights, so the natural confers natural
rights. [1]
Liga bangsa-bangsa tidak pernah dikelola untuk memperoleh
sifat universal sebagaimana dapat dilihat dari penyebab utama ketidakikutan AS.
Akibatnya, Liga Bangsa-Bangsa akhirnya tetap merupakan organisasi Eropa yang
pada suatu saat beranggotakan maksimum 59 negara. Keberhasilannya di bidang
ekonomi, keuangan, kesehatan masyarakat, mandat, pengangkutan, komunikasi dan
masalah-masalah sosial dan perburuhan dibayang-bayangi oleh ketidakmampuannya
untuk mencegah perang dunia kedua, suatu kegagalan yang lebih tepat dapat dipandang
sebagai tanggung jawab negara-negara anggota secara pribadi-pribadi. Liga
Bangsa-Bangsa resmi dibubarkan pada 18 April 1946; menjelang waktu itu
Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang dibentuk pada tanggal 24 Oktober 1945, hampir
enam bulan usianya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Pada akhir perang
dunia kedua negara-negara sekutu memutuskan membentuk organisasi internasional
berjangkauan luas yang dimaksudkan untuk memelihara perdamaian dan keamanan
internasional. Rumusan rencana yang pasti untuk organisasi tersebut mengambil
bentuk dalam beberapa tahap, di Teheran dalam tahun 1943, Dumbarton Oaks dalam
tahun 1944 dan Yalta pada tahun 1945.
Akhirnya, pada Konferensi San Fransisco dalam bulan Juni 1945, lima puluh pemerintah
ambil bagian dalam perancangan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. PBB resmi
berdiri pada 24 Oktober 1945, yaitu hari yang diperingati sebagai lahirnya PBB
secara resmi. Dalam sidang umum PBB 16 Desember 1966 kemudian dirumuskan dua
buah covenant (persetujuan), yakni International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights,[3]
dan International Covenant on Civil and Political Rights[4].
Perhatian utama
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah perdamaian dan keamanan internasional.
Strukturnya dibuat mengekor pada tujuannya, dan capaiannya sangat tergantung
pada kerja sama di antara Negara anggota. PBB tidak memiliki kekuasaan
berdaulat, yang secara logis berarti bahwa organisasi tersebut tidak memiliki
kompetensi dalam urusan yang berada di dalam yurisdiksi domestik suatu Negara
(lihat piagam PBB, pasal 2.7). Uraian yang lebih rinci mengenai PBB,
badan-badan utamanya dan fungsinya dapat ditemukan di bawah. Untuk tujuan Manual In dipusatkan pada penggalakkan dan perlindungan hak asasi
manusia melalui sistem PBB.
Piagam PBB
Selama perancangan Piagam PBB ada
diskusi hebat mengenai seberapa banyak ”hak asasi manusia” sungguh-sungguh
akaan dinyatakan dan dalam bentuk apa. Semangat awal untuk memasukkan bill of rights lengkap dalam piagam
dihapuskan dengan segera untuk memasukkan pernyataan umum tentang hak asasi
manusia saja, dan bahkan kompromi bukannya tidak diperdebatkan oleh beberapa
negara sekutu utama.
Secara ringkas, uraian berikut
akan menggambarkan kronologis konseptualisasi penegakan HAM yang diakui secara
yuridis-formal. Perkembangan berikut juga
menggambarkan pertumbuhan kesadaran pada masyarakat Barat.
Tonggak-tonggak sosialisasinya
adalah sebagai berikut: pertama, dimulai,
yang paling dini, oleh munculnya ”Perjanjian Agung (Magna Charta) di Inggris
pada 15 Juni 1215, sebagai bagian dari pemberontakan para baron terhadap Raja
John (saudara Raja Richard Berhati Singa, seorang pemimpin tentara salib).
Isi pokok dokumen itu ialah
hendaknya raja tak melakukan pelanggaran terhadap hak miliki dan kebebasan
pribadi seorangpun dari rakyat. Kedua, keluarnya
Bill of Rights pada 1628, yang berisi
penegasan tentang pembatasan kekuasaan raja dan dihilangkannya hak raja untuk
melaksanakan kekuasaan terhadap siapapun, atau untuk memenjarakan, menyiksa,
dan mengirimkan tentara kepada siapapun, tanpa dasar hukum[5].
Ketiga, Deklarasi Kemerdekaan Amerika
Serikat pada 6 Juli 1776, yang memuat penegasan bahwa setiap orang dilahirkan
dalam persamaan dan kebebasan dengan hak untuk hidup dan mengejar kebahagiaan,
serta keharusan mengganti pemerintahan yang tidak mengindahkan
ketentuan-ketentuan dasar tersebut[6].
Keempat, Deklarasi Hak-Hak Asasi
Manusia dan Warga Negara (Declaration des
Droits del’Homme et du Citoyen/Declaration of the Rights of Man and of the
citizen) dari Perancis pada 4 Agustus 1789, dengan titik berat kepada lima
hak asasi pemilikan harta (propiete), kebebasan (liberte), persamaan (egalite),
keamanan (securite), dan perlawanan terhadap penindasan (resistence a
l’oppression). Kelima, Deklarasi
Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights/UDHR), pada 10 Desember 1948, yang memuat
pokok-pokok tentang kebebasan, persamaan, pemilikan harta, hak-hak dalam
perkawinan, pendidikan, hak kerja, dan kebebasan beragama (termasuk pindah
agama).
Dalam Pasal 1 Piagam PBB
berbunyi sebagai berikut: ”Tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah: untuk
memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Untuk memajukan kerja sama
internasional di bidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan, dan
menggalakkan serta meningkatkan penghormatan bagi hak asasi manusia dan
kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa pembedaan ras, jenis kelamin,
bahasa, atau agama...”
Pasal 55 dan 56 Piagam
menetapkan kewajiban hak asasi manusia yang pokok dari semua negara anggota
PBB. [7]Pasal
55 berbunyi:
”Dengan mengingat pembuatan kondisi kestabilan dan
kemakmuran yang diperlukan bagi perdamaian dan hubungan bersahabat di antara
negara-negara yang didasarkan atas penghormatan terhadap prinsip kesamaan hak
dan penentuan nasib sendiri bangsa-bangsa, Perserikatan Bangsa-Bangsa akan
menggalakkan:
a. Standar hidup yang lebih tinggi, pekerjaan
penuh, kondisi ekonomi dan kemajuan serta perkembangan sosial.
b.Pemecahan masalah-masalah ekonomi, sosial
dan kesehatan internasional dan masalah-masalah terkait lainnya budaya internasional
dan kerja sama pendidikan, dan
c. Penghormatan universal dan pematuhan
hak-hak asasi dan kebebasan dasar manusia bagi semua tanpa pembedaan ras, jenis
kelamin, bahasa atau agama.”
Pasal 56 berbunyi: ”Semua
anggota berjanji kepada diri mereka sendiri untuk melakukan tindakan secara
bersama atau sendiri-sendiri dalam bekerja sama dengan organisasi untuk
pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam Pasal 55”. Sebagai sebuah proses
dialektika, pemikiran HAM akhirnya memasuki tahap penyempurnaan sampai munculnya
generasi HAM keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam
proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi, sehingga menimbulkan
dampak negatif seperti diabaikannya berbagai aspek kesejahteraan rakyat.
Munculnya generasi keempat HAM
ini dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983
melahirkan deklarasi HAM yang dikenal dengan Declaration of the Basic Duties of Asia People and Government[8].
Badan dan Mekanisme Pemantauan
Perserikatan Bangsa-Bangsa Berdasarkan Piagam
1.
Rintisan Pembentukan PBB dan Penghormatan Hak Asasi
Manusia
Piagam PBB yang disepakati/ditandatangani oleh 50 negara
di San Francisco tanggal 26 juni 1945 merupakan hasil perjuangan yang cukup
panjang. Organisasi non pemerintah (swasta) misalnya
League of Nations Union (London ) dan Commission to Study Organization of Peace
ikut memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka penyusunan Piagam PBB
tersebut.
Presiden
Woodrow Wilson (Amerika Serikat) mengambil inisiatif mengorganisasikan
pemikiran-pemikiran lama yang sudah ada untuk membantu terciptanya keamanan,
perdamaian, dan kesejahteraan manusia. lewat Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) pemikiran tersebut
dijalankan, namun Liga Bangsa-Bangsa itu sendiri gagal akibat “…the rise in popularity of anti democratic
and nationalistic doctrines, and the unwillingness of peace-loving peoples to
assume necessary responsibility for the maintenance of peace resulted in the
disintegration and collapse of the League System”.[9]
Perjanjian
yang berisi gagasan menyusun satu organisasi internasional terus-menerus
diadakan, terutama kesepakatan tentang Piagam PBB, bermula dari pertemuan Roosevelt dan Churchill di New Foundland
Bank di atas kapal USS Augutav
dan Price of Walles, selanjutnya
menghasilkan kesepakatan antara lain :
· Deklarasi
Prinsip atau Kesepakatan Atlantic (Atlantic
Charter) antara Presiden Amerika
Serikat, Franklin D. Rooselvelt dengan Perdana Mentri Inggris, Winston S.
Churchill paada tanggal 14 Agustus 1941. Dalam kesepakatan tersebut diharapkan “…to see established a peace which will
efford to all netions the means of dwelling in safety within their own
bounderis, and which will efford assurance that all the men in all the lands
may live out of lives in freedom from want and fear…”.
· Pernyataan
(Deklarasi) negara-negara sekutu yang ditandatangani/disetujui oleh beberapa
kualisi negara sekutu/United Nations
pada tanggal 1 Januari 2942 di Washington. Lewat Deklarasi tersebut “…to employ its full resources, military or
economic, against those members of the Tripartite Pact and its adherents with
which such Governments signotary hereto and not to make a separate armistice or
peace with the enemies…”.
· Konferensi
Casablanca tanggal 14 sampai dengan 26 Januari 1943, Roosevelt , Churchill, De Guelle. Stalin,
mengadakan konferensi antara lain dinyatakan bahwa PBB akan mengadakan
perdamaian dengan syarat negara AS (Jerman, Itali, dan Jepang) harus menyerah
tanpa syarat.
Dalam Piagam PBB, Hak Asasi Manusia ditegaskan dalam :
·
Mukadimah antara lain
ditegaskan “demi memperteguh pada hak-hak asasi manusia, pada harga dan derajat
diri manusia, pada hak-hak yang sama, baik laki-laki maupun wanita, dan bagi
segala bangsa besar dan kecil, dan demi membangunkan keadaan, dimana keadilan
dan penghargaan terhadap kewajiban-kewajiban yang timbul dari
perjanjian-perjanjian dan lain-lain sumber hukum internasional dapat
dipelihara”.[10]
·
“Mewujudkan kerja sama
internasional di lapangan ekonomi, social, kebudayaan, atau yang bersifat
kemanusiaan, den berusaha serta menganjurkan
adanya penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar
bagi semua umat manusia tanpa membedakan bangsa, jenis, bahasa, atau agama”.[11]
2.
PBB di tengah dan di antara Negara Berdaulat
Memperhatikan
Piagam PBB yang disusun oleh para pendiri PBB (the founding fathers) di San Francisco 1945,
disebutkan tujuan utama organisasi ini : “…to
save succeeding generation from the scourge of war…”.[12]
Karel
Vasak dalam satu uraian yang berjudul : “A 30 years Struggle” (The Sustained effort
to give force of law to the Universal Declaration of Human Rights) antara
lain sebagai berikut : “Setelah Perang Dunia II, tugas utama PBB dalam bidang
hak asasi manusia ada 3 macam/tingkatan yaitu :
1.
Memproklamasikan
Deklarasi Hak Asasi Manusia sedunia sebagai standar utama untuk kemajuan umat
manusia dan semua negara.
2.
Menyusun
beberapa traktat/perjanjian internasional dalam bidang hak asasi manusia yang
mengikat negara-negara yang meratifikasinya.
3.
Mengusahakan
suatu badan supervisi yang mengadakan observasi terhadap perjanjian/traktat
tersebut.
Sedangkan menurut Richard
Pierre Claude, ada tiga langkah pula yang harus ti tempuh, yaitu :
a.
The Formulation and
definition of international norms of behavior regarding human rights,
b.
The promotion of human
rights through information, education, and training about human rights in all
levels of social organization, and
c.
The implementation of
human rights norms the design and creation of appropriate institution and
procedures[13].
Dengan
demikian, merumuskan makna Hak Asasi Manusia secara tepat dan cocok untuk
sepanjang masa memerlukan waktu yang cukup lama (1945-1948). Lowenstain
menjelaskan, “…efforts to get agreement
about what meant by the words human rights … was a toughest semantic job of
all, and the fact that job eventually got done makes the complexities that
still exist some how more manageable…”.[14]
Perlu
ada tindak lanjut dari seluruh anggota PBB untuk mengambil langkah positif,
terutama di bidang Hak Asasi Manusia. Setiap anggota PBB diharapkan membantu
untuk:
1.
Mempromosikan dan
memperkuat penghargaan dan kepedulian terhadap Hak Asasi Manusia tanpa
membedakan ras, sumber, seks maupun agama,
2.
Setiap anggota PBB
segera mengambil inisiatif mengkaji dan membuat rekomendasi tentang Hak Asasi
Manusia demi terwujudnya tujuan PBB,
3.
Setiap anggota PBB
diharapkan membantu komisi-komisi PBB yang bergerak di bidang Hak Asasi Manusia
dan sekaligus mempromosikannya,
4.
Setiap anggota PBB bergabung dengan organisasi-organisasi yang
ada untuk mengembangkan dan menghormati Hak Asasi Manusia.
Dengan demikian, langkah-langkah anggota PBB untuk
mengkaji Hak Asasi Manusia dalam arti memperkuat posisi Hak Asasi Manusia
sangta penting, cara ini menghindari “konfrontasi” dengan kedaulatan yang
dimiliki setiap negara merdeka di dalam mengatur
dan menyelenggarakan tujuan bernegara.
Proklamasi Hak Asasi Manusia PBB 1948, yang disetujui
oleh anggota PBB dalam Sidang Umum tanggal 10 Desember 1948, hanya 8 negara abstain yaitu Uni Soviet, Ukraina, Byelorusia, Cheko-Slowakia,
Polandia, Yugoslavia daan Saudi Arabia dan tidak ada satu negara pun yang
menolak.
Menurut Harry S. Truman “…we have good reason to expect the framing of an international bill of
Rights…that…will be as much a part of in international life as one own bill of
rights is part of one Constitusi,” sedangkan Mrs. Eleonar Roosevelt (janda
Presiden Amerika Serikat), menyatakan “…Declaration
would be “the magna Charta” of all mankind”.[15]
3.
Langkah Yuridik PBB memperkuat Hak Asasi Manusia
Sampai tahun 1990 PBB dan Organisasi-organisasi
International lainnya telah memiliki 75 instrumen/alat hukum yang melindungi
Hak Asasi Manusia. Sementara itu, Indonesia baru meratifikasi 17 instrumen
(aturan) hukum tersebut.
Dalam rangka “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”, perlu segera
dibentuk tim-tim khusus mengkaji kemungkinan keikutsertaan Indonesia pada
kesepakatan lainnya. “di dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya
setiap orang harus tunduk hanya kepada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan
oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan yang layak bagi hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan
untuk memenuhi syarat-syarat benar dari kesusilaan, tata tertib umum dalam
suatu masyarakat demokratis”[16].
Dari ketentuan ini terbukti bahwa, pengakuan/penerimaan
ketentuan Hak Asasi Manusia tidak akan menggiring orang per orang menjadi bebas
tanpa ada batasan, justru dalam pasal 29 ayat (2) Hak Asasi Manusia dibatasi
oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Karena itulah “isi” dan pelaksanaan
Undang-undang perlu mendapat perhatian khusus, agar Hak Asasi Manusia sengaja
tidak dapat dilaksanakan.
4.
Dewan Hak Asasi Manusia
Dewan Hak Asasi Manusia adalah
badan PBB yang baru dibentuk.Badan ini dibentuk dengan Resolusi Majelis Umum
60/251 tertanggal 15 Maret 2006 sebagai bagian pembaharuan untuk memperkuat
kegiatan Hak Asasi Manusia PBB. Komisi Hak Asasi Manusia mempunyai mandat yang
luas, dan dapat mengangkat dan membicarakan segala macam masalah hak asasi
manusia. Komisi inilah yang menegosiasikan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM) dan diterima oleh Majelis Umum PBB tahun 1948.
Komisi tersebut bekerja untuk
mengubah DUHAM menjadi ketentuan yang tercantum dalam perjanjian-perjanjian hak
asasi manusia yang mengikat secara hukum, yang kemudian diterima oleh Majelis
Umum dan dibuka untuk penandatangan dan ratifikasi, seperti KIHSP (Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik) dan KIHESB (Kovenan Internasional
tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya). [17]
Sejumlah besar perjanjian dan dokumen lain hak asasi manusia telah dibuat
kemudahan oleh bantuan Komisi tersebut.
Aktivitas Komisi yang paling
penting dan yang paling kelihatan adalah akivitasnya dalam menangani
pelanggaran hak asasi manusia. Selama lima puluh tahun berfungsinya komisi
tersebut telah membuat berbagai alat dan mekanisme pemantauan untuk semua
pelanggaran hak asasi manusia yang paling umum. Sesuai dengan pembaruan yang
membentuk hak asasi manusia, kebanyakan mekanisme menurut bekas Komisi Hak
Asasi Manusia diadopsi oleh Dewan, sesuai dengan keputusan-keputusan yang
diambil oleh sidang pertama dewan. Pembaruan terutama mencabut status komisi
dalam sistem PBB dan memungkinkan diadakannya lebih banyak pertemuan. Selain
itu dilakukan pengurangan jumlah anggota dari 54 menjadi 47, sedangkan negara yang
dipilih untuk menjadi anggota harus menerima bentuk lunak pemeriksaan terhadap
praktik hak asasi manusianya.
Mekanisme pemantauan yang
dibentuk oleh Bekas Komisi Hak Asasi Manusia dan diterima oleh Dewan dapat
dibagi ke dalam empat prosedur khusus yaitu Kelompok Kerja, Sub-Komisi tentang
Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia, dan Prosedur Pengaduan.
ii) Prosedur Khusus
Label
”prosedur khusus” yang agak kabur tersebut mencakup berbagai mekanisme yang
dibentuk oleh bekas Komisi Hak Asasi Manusia guna menangani permasalahan hak
asasi manusia di negara tertentu dan/ atau isu tematik di semua bagian dunia.
Dengan demikian prosedur khusus ini masih memainkan peran penting dalam pemantauan
hak asasi manusia di negara-negara anggota PBB. Prosedur khusus tersebut diberi
bantuan personel dan logistik oleh Komisariat Tinggi Hak Asasi Manusia dan
ditetapkan oleh berbagai badan, seperti Dewan Hak Asasi Manusia, Dewan Ekonomi
dan Sosial, Sekretaris Jenderal. Struktur prosedur spesial tersebut juga
berbeda, yaitu Pelapor Khusus; Ahli Independen; Wakil Pribadi; Kelompok Kerja.[18]
Mandat
dari prosedur khusus tersebut beragam, namun pada umunya dapat
dikarakteristikkan sebagai mekanisme pencarian fakta dan investigasi. Individu dan para anggota dari kelompok
kerja adalah ahli-ahli independen. Melalui kerja para ahli itu, mereka
memberikan perhatian atas kekurangan dan permasalahan untuk diselesaikan oleh
komunitas internasional dan negara-negara secara individu. Hal ini bergantung
pada mandat dan undangan dari berbagai negara. Para pemegang mandat dapat
mengadakan kunjungan ke negara yang bersangkutan dan menjalankan misi pencarian
fakta. Prosedur Khusus dibagi dalam dua kelompok besar berdasarkan mandat pelaksana
prosedur khusus yang bersangkutan, yaitu mandat tematik dan mandat spesifik
negara.
a. Terdapat 28 mandat Tematik:
- Pelapor Khusus tentang perumahan yang
layak sebagai komponen hak atas estándar kehidupan yang layak (2000).
- Kelompok Kerja tentang orang turunan
Afrika (2002).
- Kelompok Kerja tentang penahanan sewenang-wenang (1991).
- Pelapor Khusus tentang perdagangan
anak, pelacuran anak, dan pornografi anak (1990).
- Pelapor Khusus tentang hak atas
pendidikan (1998).
- Kelompok Kerja tentang penghilangan
paksa atau secara paksa atau secara tidak sukarela (1980).
- Pelapor Khusus untuk pelaksanaan
hukuman mati ekstra yudis secara cepat atau eksekusi sewenang-wenang
(1982).
- Ahli independen tentang masalah hak
asasi manusia dan kemiskinan ekstrim (1998).
- Pelapor Khusus tentang hak atas
pangan (2000).
- Pelapor Khusus tentang pemajuan dan
perlindungan hak atas kebebasan pendapat dan menyampaikan pendapat (1999)
- Pelapor Khusus tentang kebebasan
agama dan kepercayaan (1986)[19].
- Pelapor khusus tentang hak setiap
orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai dalam kesehatan
fisik dan mental (2002).
- Wakil Khusus Sekretaris Jenderal
tentang situasi pembelaan asasi manusia (2000).
- Pelapor Khusus tentang Independensi
hakim dan pengacara (1994).
- Pelapor Khusus tentang Situasi hak
dan kebebasan dasar manusia dan kebebasan dasar rakyat pribumi (2001).
- Wakil Sekretaris Jenderal tentang
orang-orang yang meninggalkan tempat kediaman mereka secara internal
(2000).
- Kelompok kerja tentang kegunaan
penggunaan tentara bayaran sebagai cara untuk menghalangi pelaksanaan hak
rakyat untuk menentukan nasib sendiri (2005).
- Pelapor Khusus tentang hak asasi
manusia migran (1999).
- Ahli Independen tentang Isu minoritas
(2005).
- Pelapor Khusus tentang bentuk
kontemporer rasisi diskriminasi rasial, xenophobia, dan ketidak
toleransian (1999).
- Ahli Independen tentang efek dari
kebijakan pembangunan ekonomi, dan utang luar negeri untuk penikmatan
terutama hak ekonomi, sosial dan budaya (2003).
- Pelapor Khusus tentang pemajuan dan perlindungan
hak atas manusia ketika melawan terorisme (2005).
- Pelapor Khusus tentang penyiksaan,
perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahkan martabat (1985)[20].
- Pelapor Khusus tentang efek merugikan
dari pemindahan, pembuangan produk limbah beracun dan secara gelap
penikmatan hak asasi manusia (1995).
- Pelapor Khusus tentang perdagangan
orang, terutama perempuan dan anak (2004).[21]
- Wakil Khusus dari Sekretaris Jenderal
tentang Hak Asasi Manusia dan Perusahaan transnasional dan perusahaan
bisnis lainnya (2005).
- Pelapor Khusus tentang Kekerasan
terhadap Perempuan, penyebab dan akibatnya (1994).
- Ahli Independen tentang dan
solidaritas internasional (2005).
b. 12 (dua belas) mandat spesifik negara meliputi:
- Pelapor Khusus tentang Situasi Hak
Asasi Manusia di Belarus (2004).
- Ahli Independen tentang di situasi
hak asasi manusia di Burundi (2004).
- Wakil Khusus dari Sekretaris Jenderal
untuk hak asasi manusia di Kamboja (1993).
- Wakil Pribadi Komisaris Tinggi Hak Asasi
manusia di Kuba(2002).
- Ahli Independen yang diangkat oleh
Sekretaris Jenderal tentang situasi hak asasi manusia di Haiti (2005).
- Pelapor Khusus tentang situasi hak
asasi manusia di Republik Korea (2004).
- Ahli Independen tentang situasi hak
asasi manusia di Liberia (2003).
- Pelapor Khusus tentang situasi hak
asasi manusia di Myanmar .
- Pelapor Khusus tentang situasi hak
asasi manusia di wilayah Palestina sejak tahun 1967 (1993).
- Ahli Independen yang diangkat oleh
Sekretaris Jenderal tentang situasi hak asasi manusia di Somalia (1993).
- Pelapor Khusus untuk situasi hak
asasi manusia di Sudan (2005).
- Ahli Independen tentang situasi hak
asasi manusia di Uzbekistan (prosedur 1503) (2005).
Laporan dari berbagai pemegang
mandat menurut prosedur khusus disampaikan kepada Komisi Hak Asasi Manusia,
yang digunakan sebagai dasar perdebatan politik dan resolusi di Komisi. Selain
itu komisi juga memperdebatkan negara tertentu yang tidak dipantau oleh pelapor
khusus. Negara-negara dapat disebut dalam pernyataan oleh wakil-wakil negara,
oleh kelompok negara-negara, atau oleh Komisi secara keseluruhan dalam resolusi
tentang negara. Kemudian telah tertuang pada Pasal 15, yaitu hak menikmati
kehidupan kultural dan manfaat kemajuan ilmiah[22].
Kerja sama internasional sangat dibutuhkan agar prosedur-prosedur khusus dapat
berfungsi. Negara-negara yang bersangkutan harus menerima pelapor khusus untuk
mengajukan pertanyaan kepada wakil pemerintah maupun kepada wakil oposisi
politik lainnya. Kebanyakan negara bekerja sama dengan prosedur-prosedur khusus
yang dibentuk menurut Dewan Hak Asasi Manusia, namun terdapat beberapa negara
menolak, baik Majelis Umum maupun Dewan Hak Asasi Manusia tidak mempunyai
kekuatan penegakan terhadap negara-negara yang tidak bekerja sama.
Prosedur-prosedur khusus
sering diperdebatkan di bawah Komisi Hak Asasi Manusia. Karena alasan ini dan
alasan lainnya maka semua prosedur khusus tidak bekerja seefektif mungkin
menurut kemampuan mereka, sebagian karena kurangnya personel dan uang, dan
sebagian lagi karena kurangnya dukungan negara-negara anggota.
iii) Kelompok Kerja
Berbagai
kelompok kerja merupakan bagian penting dari kegiatan Dewan Hak Asasi Manusia.
Kelompok kerja dapat dibagi ke dalam tiga kategori yaitu kelompok kerja tentang
penetapan standar, kelompok kerja yang terbuka untuk semua dan kelompok kerja
mengenai prosedur khusus.
Untuk sementara terdapat tiga kelompok kerja
tentang penetapan standar:
a) Kelompok kerja yang terbuka untuk semua
yang membahas opsi-opsi mengenai penggarapan Protokol Opsional pada Kovenan
Internasional tentang Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya.
b) Kelompok kerja tentang rancangan naskah
instrumen normatif yang mengikat secara hukum untuk melindungi semua orang dari
penghilangan paksa.
c) Kelompok kerja tentang rancangan naskah
deklarasi mengenai hak rakyat pribumi.
Kelompok kerja terbuka untuk semua adalah:
- Kelompok kerja tentang hak atas
pembangunan.
- Kelompok kerja tentang pelaksanaan
efektif deklarasi dan program aksi Durban dan program aksi.
Empat kelompok kerja yang terfokus pada
prosedur khusus, yaitu:
a)
Kelompok kerja tentang
penahanan sewenang-wenang.
b) Kelompok kerja tentang penghilangan paksa
atau terpaksa.
c) Kelompok kerja ahli tentang orang-orang
keturunan Afrika.
d) Kelompok kerja tentang situasi-situasi[23].
5. Komite Penasehat Dewan Hak Asasi Manusia
Komite
penasehat Dewan Hak Asasi Manusia atau Human
Rights Council Advisory Committee fungsinya adalah sebagai ting tank yang
akan memberi bantuan keahlian dan melakukan penelitian-penelitian substantif mengenai
isu-isu tematik yang menjadi perhatian Dewan Hak Asasi Manusia. Komite ini
hanya bekerja berdasarkan permintaan Dewan HAM.
Komite
ini merupakan pengganti dari Subkomisi tentang pemajuan dan perlindungan HAM
yang dahulunya berada di bawah Komisi HAM. Jadi secara umum tugas komite ini
adalah memberikan nasehat atas berbagai kasus dan isu tematik kepada Dewan HAM
atas permintaan dewan. Komite ini dapat mengadakan pertemuan selama dua kali
dalam setahun dan setiap kali bersidang memerlukan maksimal 10 hari dengan
kemungkinan sesi tambahan berdasarkan persetujuan Dewan HAM.
Pada
tahun 1947, Komisi HAM menyatakan bahwa Komisi tersebut tidak mempunyai
kekuatan untuk memeriksa pengaduan individual tentang pelanggaran hak asasi
manusia. Posisi ini secara bertahap diubah pada tahun-tahun berikutnya terutama
melalui dua resolusi penting Dewan Ekonomi dan Sosial yaitu resolusi 1234
(XLII) tertanggal 6 Juni 1967 dan resolusi 1503 (XLVIII) tertanggal 27 Mei
1970. Hal ini pernah terjadi pada tiga negara yang tidak menjadi pihak pada
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (KIHSP) dan Kovenan tentang
Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (KIHESB)[24].
Dan kedua resolusi tersebut membuka kesempatan untuk komunikasi individual dan
langkah-langkah yang diambil nama populer untuk kedua prosedur karena prosedur
ini telah diterima oleh Dewan HAM. Prosedur 1235 memberikan mandat kepada
Komisi dan Subkomisi HAM untuk membahas informasi tentang pelanggaran
besar-besaran hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang mereka terima dari
perseorangan, dari organisasi non pemerintah dan dari negara.
Prosedur 1503 lebih kurang disusun sebagai prosedur pengaduan
individual. Prosedur ini memberikan kepada komisi dan sekarang Dewan Mandat
untuk mempelajari secara konfidensial komunikasi individual.
Jika ditemukan pelanggaran
berat hak asasi manusia, maka kasus ini dibawa ke Dewan Hak Asasi Manusia. Dewan
kemudian akan mempelajari situasi tersebut dan melaporkannya kepada Dewan
Ekonomi dan Sosial. Selanjutnya Dewan Hak Asasi Manusia akan mengangkat seorang
pelapor khusus dan memindahkan situasi tersebut ke prosedur 1235 yang bersifat publik. Prosedur 1503 diperbaiki pada tahun
2000 menurut Dewan Ekonomi, dan Sosial, tertanggal 16 Juni 2000. Satu perubahan
penting adalah pembentukan kelompok kerja, baik yang di bawah subkomisi maupun
di bawah non komisi, serta pengujian kasus-kasus untuk dapat diterima tidak
kelompok kerja tersebut.
Pada
Juni 2007 dilakukan perubahan yaitu untuk membantu kemudahan pengaduan, maka
dibentuklah dua kelompok kerja yaitu kelompok Kerja tentang Komunikasi dan
Kelompok Kerja tentang Situasi. Kelompok Kerja tentang Komunikasi bertugas
untuk menilai apakah pengaduan dapat diterima atau tidak sedangkan Kelompok Kerja
tentang Situasi bertugas untuk memberikan laporan tentang pelanggaran berat hak
asasi manusia yang konsisten kepada Dewan Hak Asasi Manusia.
6. Komisi tentang Status Perempuan
Komisi
tentang Status Perempuan dibentuk oleh Dewan Ekonomi dan Sosial pada tahun
1946. Komisi ini merupakan badan politik dengan 45 anggota yang dipilih sebagai
wakil pemerintahan mereka. Komisi tersebut bertemu dalam sidang tahunan,
berlangsung hanya delapan hari, dan komisi itu tidak mengembangkan tindakan dan
mekanisme seperti yang dilakukan oleh Komisi Hak Asasi Manusia. Komisi tersebut
bertemu di New York, dan bukan di Jenewa dimana kebanyakan hak asasi manusia
PBB dilaksanakan. Pada tahun-tahun pertamanya, Komisi ini bekerja khususnya
untuk menetapkan standar hak asasi manusia baik dalam DUHAM 1948 maupun dalam
kedua Kovenan Kembar 1966, tetapi juga dalam konvensi-konvensi dan dokumen-dokumen
yang khusus dimana banyak terjadi diskriminasi terhadap perempuan.[25]
Konvensi Internasional tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dan Protokol
Opsionalnya adalah Dokumen Hak Asasi Manusia utama yang telah mengatur penyelenggaraan
konferensi-konferensi perempuan sedunia, memajukan pengangkatan Pelapor Khusus
dan berusaha untuk mengutamakan hak-hak perempuan dalam sistem PBB. Komisi itu
telah membentuk sistem pengaduan yang sama dengan Prosedur 1503 menurut Dewan
Hak Asasi Manusia.
Ketika membentuk komisi yang
terpisah untuk hak-hak perempuan, Dewan Ekonomi dan Sosial di satu pihak
mengfokuskan perhatiannya pada situasi perempuan, dan di pihak lain memisahkan
isu-isu perempuan dari kegiatan hak asasi manusia yang lebih umum yang
dilakukan oleh Komisi Hak Asasi Manusia dan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia.
Ketika membentuk sistem pengaduannya sendiri, dalam banyak hal betumpang tindih
dengan sistem yang telah ada dalam Komisi Hak Asasi Manusia. Sehingga komisi
tersebut kurang memainkan peran penting seperti yang seharusnya dapat
dilakukan. Selain itu pula perhatian khusus pun diberikan atau difokuskan pada
perempuan yang berada di daerah pedesaan yang sering memainkan peran yang
signifikan dalam kelangsungan ekonomi keluarga mereka[26].
7. Komisariat Tinggi untuk Hak Asasi Manusia
Sekretariat PBB, yang dipimpin oleh Sekretaris
Jenderal mancakup kegiatan yang sangat luas. Seperti halnya departemen, kantor,
program, dan komite, terdapat Komisariat Tinggi untuk Hak Asasi Manusia, dimana
Komisariat Tinggi mempunyai status sebagai wakil Sekretaris Jenderal.
Komisariat tersebut berfungsi sebagai institusi pelayanan untuk banyak badan
pemantauan, baik yang berdasarkan Piagam maupun yang berdasarkan perjanjian
internasional, di samping mempunyai mandatnya sendiri. Pejabat-pejabat utama
berkantor di New York, sedang Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia
berkedudukan di Jenewa.
Dalam tahun 1994 Majelis Umum
menerima resolusi yang membuat kedudukan Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia
dan mengangkat Mr. Jose Ayala Lasso dari Ekuador sebagai Komisi tinggi pertama.
Majelis Umum menyatakan bahwa Komisioner Tinggi adalah ” pejabat Perserikatan
Bangsa-Bangsa dengan tanggung jawab utama untuk kegiatan-kegiatan Hak Asasi
manusia di bawah pengarahan dan tanggung jawab Sekertariat Jenderal”[27]. Kemudian pembentukan kantor untuk HAM
mengalami kesulitan. Pembahasan bermula pada pertengahan 1950-an, namun baru pada
1993 masalah ini diangkat oleh Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia.
Sekretariat dan terutama
kantor Komisariat Tinggi untuk Hak Asasi manusia telah menyelenggarakan
Konferensi Sedunia untuk Hak Asasi Manusia. Konferensi tersebut pertama kali
diadakan di Teheran pada 1968, dan terfokus pada penetapan standar. Konferensi
ini dikatakan untuk membuka diskusi Utara-Selatan tentang Hak Asasi Manusia,
yang kemudian membuka jalan bagi deklarasi lainnya yaitu Deklarasi tentang Hak
Atas Pembangunan. Konferensi sedunia yang kedua diadakan di Wina pada 1993,
menginapkan lebih dari 7000 utusan dari 171 negara dan 800 organisasi non
pemerintah. Konferensi ini diarahkan ke pelaksanaan pada tingkat nasional.
Konferensi sedunia yang pernah dilakukan antara lain di Kairo pada 1994
(tentang kependudukan), Beijing pada 1995 (tentang perempuan), Kopenhagen pada
1995 (tentang perkembangan sosial) dan Durban pada 2001 (tentang rasisme).
Badan dan Mekanisme Pemantauan Perserikatan Bangsa-Bangsa Berdasarkan
Perjanjian Internasional
1. Komite Untuk Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya (KIHEBS), bagian IV (Pasal 16-Pasal 25) mengatur mekanisme
pemantauan. Menurut Pasal 16 ayat 1, negara pihak diharuskan menyampaikan
laporan tentang tindakan-tindakan yang diambil oleh negara-negara pihak dan
kemajuan yang telah dicapai dalam pemantauan hak-hak yang diakui di dalamnya.
Walaupun Kovenan tidak membentuk badan perjanjian internasional. Pasal 16 ayat
2 memberi Dewan Ekonomi dan Sosial kewenangan untuk membahas laporan-laporan
tersebut. Di samping itu salinan laporan disampaikan kepada badan-badan khusus
PBB dan Komite Hak Asasi Manusia untuk memperoleh perhatian badan-badan khusus
tersebut[28].
Mandat
Dewan Ekonomi dan Sosial berasal dari Piagam PBB Bab X juncto Pasal 55. Dewan berfungsi sebagai forum sentral bagi
pembicaraan isu-isu ekonomi dan sosial internasional dan membuat rekomendasi
politik dengan tetap menghormati isu-isu ekonomi, sosial, dan budaya
internasional yang berkaitan dengan masalah kesehatan, pendidikan, dan masalah
sejenis. Dewan tersebut dalam beberapa hal harus bekerja sama dan
mengkoordinasikan aktivitasnya dengan program-program PBB seperti (UNICEF dan
UNDP) dan badan-badan khusus seperti ILO, WHO, UNESCO, dan FAO. Dewan memiliki
54 anggota yang dipilih untuk masa tiga tahun. Angoota-anggota itu bertugas
sebagai utusan pemerintah. Dewan menyelenggarakan pertemuan setiap tahun dalam
sidang yang berlangsung selama lima minggu. Tetapi menurut Piagam PBB Pasal 68 bagian utama
kerja operasional Dewan tersebut didelegasikan kepada komisi-komisi.
Komisi-komisi dibagi ke dalam
tiga kategori utama, yaitu:
- Komisi-komisi
fungsional, seperti bekas Komisi Hak Asasi Manusia, Komisi tentang Status
Perempuan dan Komisi tentang Pembangunan yang berkelanjutan.
- Komisi-komisi
regional untuk Afrika, Asia, dan Pasifik, Amerika Latin dan Karibian,
Eropa, dan Asia Barat.
- Komisi
Tetap dan Badan-Badan ahli, seperti Komisi untuk Program dan Koordinasi
serta Komisi tentang Pemukiman Manusia.
2. Komite Hak Asasi Manusia
Bagian IV KHISP, Pasal 28-Pasal 45 mengatur pembentukan Komite Hak
Asasi Manusia (Human Rights Committee). Komite
ini mempunyai 18 anggota yang dinominasi dan dipilih oleh negara-negara, [29]
tetapi bekerja dalam kapasitas pribadi mereka dan bukan sebagai wakil
pemerintah. Anggota-anggota tersebut haruslah “orang-orang yang berkarakter
moral yang tinggi dan mempunyai kompetensi di bidang hak asasi manusia yang
diakui”[30].
Fungsi utama Komite
tersebut adalah menjamin pelaksanaan ketentuan-ketentuan Kovenan melalui
pembahasan laporan-laporan pengaduan antar negara dan secara bertahap, petisi
individual komite harus mengembangkan peraturan tata tertibnya sendiri dan
peraturan-peraturan mereka sendiri (Pasal 39), agar pelaksanaan mekanisme lebih
efektif.
3. Komite atas Penghapusan
Diskriminasi Rasial
Mekanisme
pelaksanaan menurut Konvensi Internasional tentang Penghapusan Diskriminasi
Rasial didasarkan pada bagian II Konvensi tersebut yang membahas laporan
komunikasi antar Negara dan komunikasi antar individual. Pasal 8 membentuk
Komite tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial yang akan menjalankan
fungsi-fungsi ini. Komite ini terdiri dari 18 ahli yang mempunyai kedudukan
moral tinggi dan imparsialitas yang diakui.
4. Komite tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan
Bagian V dari Konvensi tentang Penghapusan Segala bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (Covenant
on the Elimination of All of Discrimination against Woman/CEDAW ) mengatur
pelaksanaan Konvensi tersebut. Komite dibentuk berdasarkan Pasal 17 CEDAW dan terdiri dari 23 ahli dengan
kedudukan moral tinggi dan kompeten. Menurut Pasal 17 ayat (1) CEDAW para
anggota dipilih oleh negara-negara pihak, tetapi bertindak dalam kapasitas
pribadi. Pemilihan para ahli harus mempertimbangkan pembagian geografis yang
adil dan terwakilnya berbagai bentuk peradaban serta sistem-sistem hukum utama.
Sesungguhnya Pasal 29 CEDAW
juga membentuk mekanisme pelaksanaan. Ketentuan ini menetapkan bahwa pertikaian
antar negara pihak mengenai penafsiran penerapan Konvensi, dalam keadaan
tertentu, dapat dirujuk pada Mahkamah Internasional. Sejumlah negara telah
membuat reservasi terhadap ketentuan ini dan mekanisme tersebut belum pernah
digunakan.
Melalui Protokol Opsional
1999, Konvensi tentang Penghapusan segala Diskriminasi terhadap Perempuan telah
menjadi alat yang lebih efisien untuk menjamin pelaksanaan Konvensi, tetapi
mekanisme ini dilemahkan melalui beberapa reservasi yang dibuat oleh
negara-negara pada waktu ratifikasi yang memang dibolehkan sesuai Pasal 28.
Pasal tersebut menekankan bahwa persyaratan yang “bertentangan dengan obyek dan
tujuan” Konvensi tidak diperbolehkan[32].
Banyak negara yang melakukan
reservasi, hal ini tentu bertentangan dengan objek dan tujuan CEDAW. Sehingga
komite ini telah membuat dua rekomendasi umum dan pernyataan agar negara-negara
menarik reservasi mereka sesuai dengan Pasal 28 ayat (2)
5. Komisi Menentang Penyiksaan
Terdapat beberapa mekanisme pelaksanaan
menurut Konvensi Menentang Penyiksaan yaitu pembahasan laporan, investigasi,
komunikasi antar negara dan komunikasi individual. Semua mekanisme bertumpu pada
Komite Menentang Penyiksaan yang dibentuk sesuai dengan Pasal 17. Komite
terdiri dari 10 orang ahli ”dengan kedudukan moral tinggi dan kemampuan yang
diakui dalam bidang hak asasi manusia” yang menjalankan tugas dalam kapasitas
pribadi mereka[33].
Para anggota dipilih oleh negara-negara pihak, dengan mempertimbangkan berbagai
alasan geografis yang adil dan pada kegunaan partisipasi beberapa anggota yang
memiliki pengalaman hukum. Menurut KIHSP, memilih anggota Komite Menentang
Penyiksaan yang juga merangkap sebagai anggota Komite Hak Asasi Manusia adalah
sangat dianjurkan.
Kemudian
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam,
tidak manusiawi atau merendahkan martabat adalah luar biasa, karena instrumen
ini membahas satu hak tunggal yang tercantum dalam DUHAM[34],
dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik[35].
Instrumen tersendiri lainnya membahas dasar diskriminasi (seperti gender, ras)
atau kelompok rentan yang didefinisikan secara khusus (anak, pekerja migran,
dan lain-lain).
Menurut Pasal 20 Konvensi
Menentang Penyiksaan, Komite dapat melakukan investigasinya sendiri. Hal ini
merupakan mekanisme semi wajib, namun negara-negara yang menjadi pihak pada
Konvensi dapat mendeklarasikan bahwa negara mereka tidak akan memberikan
kekuasaan investigatif kepada Komite.
6. Komite Tentang Hak Anak
Mekanisme pelaksanaan Konvensi tentang Hak Anak disebut dalam bagian
II, Pasal 43, dan dipertahankan oleh Komite tentang Hak Anak (Commitee On the
Rights of Childs). Komite itu terdiri dari sepuluh ahli “dengan kedudukan moral
tinggi dan kompetensi yang diakui dalam bidang yang diliput oleh Konvensi ini”[36].
Meskipun para anggota Komite dipilih oleh negara-negara pihak, mereka melakukan
tugas dalam kapasitas pribadi mereka yang pemilihannya didasarkan atas
pertimbangan pembagian geografis yang adil dan pada sistem-sistem hukum utama.
Tujuan utama Komite
adalah memeriksa kemajuan yang dibuat oleh negara-negara pihak dalam mencapai
perwujudan kewajiban yang dijanjikan dalam Konvensi sesuai dengan Pasal 43 ayat
(1). Alat yang paling penting adalah dalam hal Pasal 44 ayat (1) menetapkan
bahwa isi laporan harus menginformasikan tindakan yang telah diambil oleh
negara pihak yang memberlakukan hak-hak yang diakui dalam Konvensi dan tentang
kemajuan yang telah tercapai tentang penikmatan hak-hak tersebut.
Laporan negara
harus menunjukkan “faktor-faktor dan kesulitan-kesulitan yang mempengaruhi
tingkat pemenuhan kewajiban negara pihak menurut Konvensi ini. Laporan
disampaikan setiap lima
tahun. Komite tersebut harus menyampaikan laporan kepada Majelis Umum PBB
sesuai dengan Pasal 44 ayat (2) dan Pasal 45 huruf (d).
7. Komite Pekerja Migran
Selama bertahun-tahun enanm
konvensi hak asasi manusia PBB tersebut di atas dinamakan ‘enam besar’ atau
‘enam konvensi inti’. Salah satu alasan untuk mengedapankan enam konvensi ini
dalam arti lebih penting daripada konvensi-konvensi hak asasi manusia lainnya
adalah karena enam konvensi ini telah membentuk sistem pemantauan yang
didasarkan kepada perjanjian internasional.
Pada 1 Juli 2003 “keluarga enam” tersebut diperbesar
ketika Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan
Angoota Keluarga mereka mulai berlaku pada 14 September 2006, 34 negara telah
menjadi pihak pada konvensi tersebut.
Konvensi tersebut membentuk komite dengan sepuluh anggota ahli independent (untuk diperbesar
menjadi empat belas bergantung pada jumlah ratifikasi). Komite mengadakan
siding pertamanya pada 2004. Komite tersebut memiliki kewenangan memeriksa
laporan-laporan negara yang disampaikan oleh negara-negara lain setiap lima tahun (dimulai dengan
laporan awal satu tahun setelah mengakses konvensi). Keprihatinan dan
rekomendasi komite akan disampaikan dalam pengamatan umum atas setiap negara
yang bersangkutan.
Bergantung pada persetujuan negara anggota, komite akan
memperluas kewenangan untuk memeriksa komunikasi antar negara, hal yang sama
berlaku untuk komunikasi individual[37].
Seperti badan-badan
pemantauan lain, komite tentang Pekerja Migran mengeluarkan komentar umum
tentang isu tematis.
Hak-hak substantif menurut
Konvensi tentang Perlindungan semua pekerja migran dan anggota keluarga mereka
dikemukakan di tempat karena hak-hak substantif ini mencakup hak-hak yang
terdapat dalam atau lebih dari konvensi inti yang lain. Dalam hal ini komite
memperluas wewenang yang bertumpang tindih dengan komite yang lain. Pada saat
yang sama di beberapa bidang, konvensi membuat lingkup penerapan baru yang
lebih luas bagi hak-hak substantif tersebut. Hal ini adalah salah satu alasan
mengapa negara-negara barat ragu-ragu meratifikasi konvensi (lagi pula konvensi
itu oleh beberapa negara, dianggap memberikan beban yang tertinggi pada
kebijakan mereka apabila menyangkut masalah imigrasi).
Karena Komite tentang Pekerja
Migran baru dibentuk dan kekuasaan komite tersebut belum memperoleh jumlah
ratifikasi yang cukup besar ini tidak terdapat yurisprudensi atau dokumentasi
yang telah dikeluarkan komite.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan makalah kami di atas maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. LBB selaku perkumpulan negara-negara dalam
menegakan HAM di dunia, ternyata gagal dalam melaksanakan tugas tersebut.
2. LBB kemudian berubah menjadi PBB, berhasil
membuat suatu deklarasi universal mengenai pengakuan HAM bagi seluruh dunia
atau yang disebut DUHAM.
3. PBB telah membentuk beberapa lembaga/badan
internasional yang bertugas menjaga dan menegakan HAM di dunia.
4. Walaupun telah terbentuk, namun tidak
semua lembaga/badan internasional tersebut dapat berjalan dengan efisien.
B. Saran-saran
DAFTAR PUSTAKA
- Cassesse,
Antonio. 1994. Hak Asasi Manusia di
dunia yg berubah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- de rover, C. 2000. To Serve and To Protect. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
- Effendi,
Masyhur. 1994. Hak Asasi Manusia
dalam Hukum Nasional dan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia.
- Prof.
Dr. H. Muladi, S.H. 2005. Hak Asasi
Manusia. Bandung: PT. Refika Aditama.
- Prinst,
Darwan. 2001. Sosialisasi dan
Diseminasi Penegakan HAM. Bandung: PT. Citra Aditya.
[1] Robert Audi (ed.),.op.cit., hlm.591.
[3] Kovenan ini terdiri dari 4 bab dan 31
pasal. Di Pasal 1 ditegaskan bahwa, “All peoples have the right of
self-determination. By virtue of that right they determine their political
status and freely pursue their economic, social and cultural development .”
[4] Kovenan ini terdiri dari 5 bab dan 33
pasal.
[5] Edward C. Smith, The
Constitution of the United
States (New york: Barnes&Nobles, 1966),
hlm.17.
[6] Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat menyatakan, We hold these
truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are
endowed by their Creator with certain unalienable rights, that among these are
life, liberty, and the pursuit of happiness. Lihat Ibid., hal.20.
[7] Lihat pada buku to serve and to protect. C. de rover.hlm 54.
[8] Beberapa masalah dalam deklarasi ini yang terkait dengan HAM dalam
kaitan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia .
[9] Leland M. Goodrich, et al, 1946 : 4.
[10] Effendi A. Masyhur, 1994, Dimensi/Dinamika
Hak Asasi Manusia dalam hukum nasional dan internasional, Ghalia Indonesia , Jakarta ,
hlm. 62.
[11] Ibid, hlm. 62.
[12] Piagam PBB, alinea I.
[13] Richard Pierre Claude, 1989 : 184.
[14] Effendi A. Masyhur, 1994, Dimensi/Dinamika
Hak Asasi Manusia dalam hukum nasional dan internasional, Ghalia Indonesia , Jakarta ,
hlm. 65.
[15] Ibid, hlm. 67.
[16] Deklarasi Hak Asasi Manusia tahun 1948
pasal 29 ayat (2).
[17] Lihat Hukum dan HAM UII press Yogyakarta.hal.174.
[18] Khusus tentang Kelompok Kerja akan dijelaskan
lebih terperinci dibagian lain dari buku Hukum dan HAM UII press Yogyakarta.
[19] Sesuai dengan Pasal 29 ayat 2 UUD 1945
[20] Dikutip dari buku Hukum dan HAM UII Press
Yogyakarta.hlm.178.
[22] Allan McChesney, Memajukan dan Membela Hak-Hak ekonomi, Sosial, dan
Budaya INSIST Press, Yogyakarta , 2003, hlm.
62-64.
[23] Prosedur konfidental 1503.
[24] Dok PBB. E/CN.4/1997/74, 27 Maret, paragraph 19-21.
[25] Preambul di tahun 1967
[26] Pasal 14 (1) Konvensi tentang Penghapusan Segala bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan.
[27] G.A. Res 48/148, 1994
[28] Lihat pada pasal 16 ayat (2) huruf (b).
[29] Lihat Pasal 29 dan Pasal 30.
[30] Sesuai dengan pasal 28 ayat (2).
[31] Lihat pasal 8 ayat (1).
[32] Lihat paragraf kedua dari pasal 28 CEDAW
dan Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian Internasional Pasal 19 ayat (c).
[33] Lihat Pasal 1.
[34] Lihat Pasal 5.
[35] Lihat Pasal 7.
[36] Lihat Pasal 42 ayat (2).
[37] Lihat Pasal 77.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar