Rabu, 09 Mei 2012

Hubungan Kerja


BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Kerja
Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Dalam pasal 1 angka 15 Undang-Undangg No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Analisis dari pernyataan di atas: maksudnya hubungan kerja itu adalah hubungan yang hanya terjadi pada seseorang yang ingin maupun sedang bekerja pada orang lain. Hubungan kerja dilakukan setelah seorang pelamar kerja tersebut diterima ditempat dimana dia melamar pekerjaan tersebut.

B. Perjanjian Kerja
1. Pengertian Perjanjian Kerja
            Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms, mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601 a KUH Perdata memberikan pengertian sebagai berikut:
“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu (buruh), mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.
            Sedangkan pengertian perjanjian kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sifatnya lebih umum. Dapat dikatakan lebih umum karena menunjuk pada hubungan antara pekerja dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Pengertian perjanjian kerja berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 ini tidak menyebutkan bentuk perjanjian kerja itu lisan atau tertulis, demikian juga mengenai jangka waktunya ditentukan atau tidak sebagaimana sebelumnya diatur dalam Undang-Undang No. 25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.




2. Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja
            Berdasarkan pengertian perjanjian kerja di atas, dapat ditarik beberapa unsur dari perjanijan kerja yakni:
a.       Adanya unsur work atau pekerjaan
Dalam suatu perjanjian kerja ada pekerjaan yang diperjanjikan, pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain.
Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan/keahliannya, maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.
b.      Adanya unsur Perintah
Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.
c.       Adanya Upah
Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja, bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah.

Analisis dari ketiga unsur di atas: maksud dari ketiga unsur di atas adalah, sebuah perjanjian kerja harus memuat ketiga unsur tadi, jika salah satu unsur tidak terpenuhi maka tidak ada suatu hubungan kerja yang disepakati, sebab akan ada pihak yang dirugikan baik itu pihak pengusaha maupun pihak pekerja itu sendiri.

3. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja
            Ketentuan ini juga tertuang dalam pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar:
1.      Kesepakatan kedua belah pihak;
2.      Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3.      Adanya pekerjaan yang diperjanjikan;
4.      Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju/sepakat, seia-sekata hal-hal yang diperjanjikan. Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif, artinya hanya dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Dengan demikian perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim.

4. Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja
            Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan/atau tertulis (Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang no. 13 Tahun 2003). Namun, tidak dapat dipungkiri masih banyak perusahaan-perusahaan yang tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara tertulis disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia maupun karena kelaziman, sehingga atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja secara lisan. Dalam pasal 54 Undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat keterangan:
a)      Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b)      Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c)      Jabatan atau jenis pekerjaan;
d)     Tempat pekerjaan;
e)      Besarnya upah dan cara pembayaran;
f)       Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
g)      Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h)      Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
i)        Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Analisis pernyataan di atas: Penjelasan di atas menyebutkan bahwa perjanjian kerja dapat dibuat dengan cara tertulis maupun hanya secara lisan. Namun, pada zaman sekarang agar para pekerja lebih terjamin keberadaannya ketika ia bekerja di suatu perusahaan sebaiknya menggunakan cara tertulis, seperti yang dimuat dalam pasal 54 UU No. 13 tahun 2003. Hal ini untuk mencegah tindakan sewenang-wenang dari pihak perusahaan kepada nasib para pekerja, dan jika terjadi kesalahan maka pekerja tersebut dapat menggugat pihak pengusaha kepada pengadilan dan perjanjian kerja yang tertulis itu dapat digunakan sebagai bukti pembelaan bagi pekerja yang bersangkutan.
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu lazimnya disebut dengan perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerjanya adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis (pasal 57 ayat 1 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan.
            Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja dan kesungguhan, kerahlian seorang pekerja. Dalam pasal 59 ayat 1 undang-undang nomor 13 tahun 2003 menyebutkan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a.       Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b.      Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun;
c.       Pekerjaan yang bersifat musiman;
d.      Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

5. Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerja
a. Kewajiban Buruh/Pekerja
            Dalam KUH Perdata ketentuan mengenai kewajiban buruh/pekerja diatur dalam pasal 1603, 1603a, 1603b, dan 1603c KUH Perdata yang pada intinya adalah sebagai berikut:
1)      Buruh/pekerja wajib melakukan pekerjaan;
2)      Buruh/pekerja wajib menaati aturan dan petunjuk majikan/pengusaha;
3)      Kewajiban membayar ganti rugi dan denda.

b. Kewajiban Pengusaha
1)      Kewajiban membayar upah;
2)      Kewajiban memberikan istirahat/cuti;
3)      Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan;
4)      Kewajiban memberikan surat keterangan.

C. Perjanjian Perburuhan/kesepakatan Kerja Bersama (KKB)/Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Istilah perjanjian perburuhan dikenal dalam Undang-Undang No. 21 tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, undang-undang ini merupakan salah satu dari undang-undang yang dinyatakan dicabut dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
1. Pengertian perjanjian Perburuhan/KKB/PKB
Dalam KUH Perdata pasal 1601n disebutkan bahwa Perjanjian Perburuhan adalah peraturan yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang perkumpulan majikan yang berbadan hukum dan atau beberapa serikat buruh yang berbadan hukum mengenai syarat-syarat kerja yang harus diindahkan pada waktu membuat perjanjian kerja. Selanjutnya dalam UU No. 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Majikan disebutkan Perjanjian Perburuhan adalah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat atau serikat-serikat buruh yang terdaftar pada Kementerian Perburuhan dengan majikan, majikan-majikan, perkumpulan majikan yang berbadan hukum, yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat kerja yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja.
Perjanjian Kerja yang di buat sekurang-kurangnya rangkap 2 memiliki kekuatan hukum yang sama. Secara umum menurut UU Ketenagakerjaan ada 2 macam Perjanjian Kerja yakni :
1.      Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu atau disebut PKWT
2.      Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu atau disebut PKWTT

2. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ada dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.100/MEN/VI/2004, Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu menyebutkan bahwa, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. Pihak yang bersangkutan dalam penandatanganan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu adalah pekerja secara pribadi dan langsung dengan pengusaha.


Isi dari PKWT bersifat mengatur hubungan individual antara pekerja dengan perusahaan/pengusaha, contohnya: kedudukan atau jabatan, gaji/upah pekerja, tunjangan serta fasilitas apa yang didapat pekerja dan hal-hal lain yang bersifat mengatur hubungan kerja secara pribadi. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap namun dapat diperpanjang atau diperbaharui.
PKWT yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun. Syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT tidak boleh lebih rendah daripada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam ketentuan ditetapkan juga apabila pengusaha bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu paling lama 7 hari sebelum PKWT berkakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
Selain itu diatur pula masa pembaharuan perjanjian kerja yang hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari dan hanya boleh dilakukan 1 kali dengan jangka waktu paling lama 2 tahun. Pencatatan PKWT wajib dilaksanakan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak penandatanganan.
Hubungan Kerja itu sendiri merupakan hubungan (hukum) antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan sebuah Perjanjian Kerja. Dengan demikian, hubungan kerja tersebut adalah sesuatu yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja adalah sesuatu yang konkrit atau nyata. Maka dengan adanya perjanjian kerja, akan lahir pula sebuah perikatan.
Dengan kata lain, perikatan yang lahir karena adanya perjanjian kerja inilah yang merupakan sebuah hubungan kerja. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 15 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, unsur-unsur hubungan kerja terdiri dari  :
1)      Adanya pekerjaan;
2)      Adanya perintah; dan
3)      Adanya upah.

Pengertian yang sama juga disebutkan bahwa PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang diperkirakan selesai dalam waktu tertentu yang relatif pendek yang jangka waktunya paling lama 2 (dua) tahun, dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama sama dengan waktu perjanjian kerja pertama, dengan ketentuan seluruh (masa) perjanjian tidak boleh melebihi 3 (tiga) tahun lamanya.
Ketentuan di atas ada dan sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2) Kepmen Nakertrans Nomor: KEP.100/MEN/VI/2004[1], yang menyatakan PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu dengan waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
Disebutkan dalam Pasal 13 Kepmen Nakertrans Nomor : KEP.100/MEN/VI/2004, bahwa PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan[2].
Dan PKWT sendiri merupakan perjanjian bersyarat, yakni (antara lain) dipersyaratkan bahwa harus dibuat tertulis dan dibuat dalam bahasa Indonesia, dengan ancaman bahwa apabila tidak dibuat secara tertulis dan tidak dibuat dengan bahasa Indonesia, maka akan dinyatakan sebagai  Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 57 ayat (2) UUK.
PKWT sendiri tidak dapat atau tidak boleh dipersyaratkan adanya masa percobaan (probation), dan apabila dalam perjanjian PKWT terdapat klausul masa percobaan, maka klausul tersebut dianggap tidak pernah ada atau batal demi hukum.
 Dengan demikian apabila dilakukan pengakhiran hubungan kerja (pada PKWT) karena alasan masa percobaan, maka pengusaha dianggap memutuskan hubungan kerja sebelum berakhirnya perjanjian kerja, oleh karenanya pengusaha dapat dikenakan sanksi untuk membayar ganti kerugian kepada pekerja/buruh sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Berikut ini adalah jenis dan sifat pekerjaan yang diperbolehkan menggunakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu:
1.        Pekerjaan yang selesai sekali atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama tiga tahun.
·         Apabila pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjian maka Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan.
·         Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu harus mencantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.
·         Apabila pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaruan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
·         Pembaruan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dilakukan setelah masa tenggang waktu 30 hari setelah berakhirnya Perjanjian Kerja. Selama tenggang waktu 30 hari tersebut, tidak ada hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan/pengusaha.

2.        Pekerjaan Musiman
ü  Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ini hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.
ü  Pekerjaa-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan/target tertentu dapat dilakukan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu sebagai pekerjaan musiman.
ü  Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerjaan musiman tidak dapat dilakukan pembaruan.

3.        Pekerjaan yang terkait dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
v  Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk jenis pekerjaan ini hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 tahun.
v  Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerjaan ini tidak dapat dilakukan pembaruan.
v  Perjanjian Kerja Waktu Tertentu hanya boleh diberlakukan bagi pekerja yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar perkerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.

4.    Pekerjaan harian/ Pekerja lepas
o   Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dapat dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran.
o   Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan.
o   Apabila pekerja harian bekerja selama 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut maka Perjanjian Kerja Waktu Tertentu berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu.
o   Pengusaha yang mempekerjakan pekerja harian/lepas wajib membuat perjanjian kerja secara tertulis.
o   Perjanjian Kerja tersebut harus memuat sekurang-kurangnya: Nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja, nama/alamat pekerja, jenis pekerjaan yang dilakukan dan besarnya upah dan/atau imbalan lainnya.

Kemudian apakah perjanjian kerja waktu tertentu dapat dibuat dalam bahasa Inggris dan ditandatangani oleh orang asing? Maka jawabannya adalah tidak bisa sebab dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 pasal 57 ayat 1 menyatakan bahwa, perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.
Meski para pihak adalah orang asing, hukum yang berlaku dalam perjanjian tersebut adalah Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, oleh karena itu PKWT harus dibuat dalam bahasa Indonesia, dengan terjemahan ke Bahasa Inggris. Segala ketentuan yang mengikat secara hukum adalah ketentuan yang ditulis dalam Bahasa Indonesia. Bahasa Inggris dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut hanyalah merupakan terjemahan, agar para pihak mengerti isinya.













BAB III
PENUTUP

-Kesimpulan:
1.      Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja.
2.      Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja adalah Adanya unsur work atau pekerjaan, adanya unsur perintah, adanya upah.
3.      Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan/atau tertulis (Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang no. 13 Tahun 2003).
4.      Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja dan kesungguhan, keahlian seorang pekerja.
5.      Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.









-Saran:








BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

-Sumber dari Internet:
1)      oomwil.wordpress.com/2012/perjanjian-kerja-waktu-tertentu-pkwt.
2)      Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
3)      Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

-Sumber dari Buku:
1) Husni, Lalu. 2000. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


[1] Dikutip dari Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (akses 21 April 2012 pukul 18.45)
[2] Dikutip dari oomwil.wordpress.com/2012/perjanjian-kerja-waktu-tertentu-pkwt. (akses 21 April 2012 pukul 18.44)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar