Di sebuah
daerah terpencil di pinggiran kota, ada seorang guru muda yang sudah
cukup lama mengabdi sebagai pengajar di sebuah Sekolah Dasar Terpadu.
Gajinya tidaklah terlalu besar, masih di bawah standar UMR daerah
tersebut. Sebagai seorang wali kelas, tugasnya tampak lebih berat dan
full setiap harinya. Bahkan tugas -tugas administrasi kelas pun
membuatnya selalu lembur. Pada awalnya, dia menikmati semua itu. Besar
kecil nya gaji tak membuatnya pasrah, ia tetap bersemangat dengan
memendam harapan akan adanya kehidupan yang lebih baik baginya kelak.
Namun, sebagai mana manusia pada
umumnya, keletihan dan ketidak puasan pasti datang seiring berjalannya
waktu. Perbaikan standar gaji tak juga diterimanya. Sedangkan dia harus
membiaya hidupnya sendiri yang semakin hari semakin membengkak. Gaji tak
bisa lagi menutupi kebutuhan hidup, sedangkan dia sama sekali tidak
menyukai sesuatu yang gratis atau hanya bergantung pada pemberian orang.
Maka dia pun menambah aktivitas yang
bisa menghasilkan pemasukan tambahan. Dia berjualan baju di pasar setiap
hari libur, dan mengajar anak TK sesudah mengajar di SD, sampai malam.
Begitulah setiap harinya. Tak ada waktu untuk berleha -leha. Agar bisa
tetap bertahan.
Sampai
akhirnya sampai ia pada batas kelelahannya. Ia sering mengeluh pada
teman dekatnya. Ia ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik; tentunya
secara finansial maupun iklim kerja. Lalu ia pun mulai bergerilya lagi,
melamar pekerjaan ke tempat lain. Ia bertekad untuk pindah dari sekolah
itu, meskipun berat rasanya meninggalkan anak -anak yang diajarnya.
Kemudian, pada suatu hari, saat ia masuk
kelas tiba -tiba suasanan begitu sunyi. Anak -anak yang biasanya ramai
menyambutnya tidak tampak satupun. Dan, itulah, tiba -tiba beberapa
orang anak memeluknya dari belakang sambil berkata; “Ibu, selamat ulang
tahun!” mereka mencium telapak tangannya. Diikuti seluruh anak yang
diajarnya. Mereka memasang sebuah karton besar di kelas yang ditulisi
ucapan selamat ultah oleh seluruh anak.
Guru itupun tak kuasa menahan air
matanya. Dia menangis sambil jongkok di depan kelas. Anak -anak itu satu
persatu menyerahkan bingkisan hadian ulang tahun dan selembar surat.
Di rumahnya, guru itu membuka surat
-surat cinta itu dan membacanya sambil menangis. Terutama saat membaca,
“Ibu, tak ada yang bisa kuberikan selain ucapan ini. Selamat ulang tahun
ibu guru. Terima kasih karena telah begitu baik mengajari kami selama
ini. Terima kasih atas segala yang telah ibu berikan. Kami mencintai
ibu”
Keesokan
harinya, guru itu berkata pada temannya, bahwa dia tidak jadi pindah
kerja. saat ditanya alasannya, guru itu menjawab, “aku punya anak -anak.
aku belum bisa meninggalkan mereka. belum saat ini”
NOTE :
Di
saat kenyataan hidup begitu sulit sehingga kita merasa tak bisa
memikulnya lagi, apa yang bisa membuat anda bangkit kembali untuk
mencoba bertahan? Lalu terus berjuang? Apa yang bisa membuat kita tetap
bertahan di jalan ini?
Satu hal yang pasti, keyakinan yang kuat, bahwa sesulit apapun
hidup ini, kita pasti bisa melewatinya. Karena kita tak pernah
sendirian. Alloh bersama kita, Dia akan memberi kekuatan melalui doa
kita. Itulah yang membuat kita bisa tetap bertahan.
Lalu, kehadiran orang –orang yang
mencintai kita. Terkadang hal -hal yang dianggap sepele, bisa membuat
kita bertahan. Bertahan, dan terus bertahan. Perhatian, doa, dan cinta
dari orang -orang terdekat, adalah salah satu sumber kekuatan kita. Kita
merasa berarti, merasa dicintai, dibutuhkan, sehingga kita mengerahkan
segenap energi kita untuk melanjutkan hidup. Melanjutkan perjuangan,
yang tak akan pernah ada ujungnya sampai kita mati.
Sebab kuat itu bukan pada saat kita
bisa mendapatkan, namun saat kita bisa memberi. Kuat bukan saat kita
bisa memenangkan segala kompetisi dalam hidup, tapi saat kita jatuh lalu
bangkit kembali untuk bertahan dan melanjutkan perjuangan.
Dikutip dari: My Inspiration.com
Dikutip dari: My Inspiration.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar