Kriteria
keadilan sangat beragam. Tidak ada satu pun kriteria baku yang sifatnya universal yang
dapat menjelaskan konsep keadilan. Bagi kaum Sophis yang oportunis keadilan
sangat subjektif. Bagi Socrates, Plato, dan Aristoteles keadilan mengacu kepada
kepentingan orang banyak. Sedangkan bagi Aquinas yang berpandangan finalistik,
keadilan adalah pemberian hak kepada setiap orang sesuai dengan kewajibannya.
Akan halnya
Machiavelli yang berpandangan naturalistik, maka keadilan akan terwujud apabila
keinginan-keinginan pribadi juga terwujud dan untuk mewujudkannya diperlukan
kekuasaan karena dengan kekuasaan, ambisi pribadi akan tercapai. Sedangkan
bagi Hobes yang materialistis, yang mengukur segala sesuatu dengan materi,
keadilan akan tercipta apabila ada aturan yang mengatur perilaku manusia karena
tanpa aturan yang dibuat manusia akan saling membinasakan. Dari
pandangan di atas, ada benang merah yang dapat ditarik bahwa pada hakikatnya
keadilan selalu mengacu kepada (adanya keseimbangan antara) hak dan kewajiban.
Meskipun
tidak secara gamblang dinyatakan mengenai kewajiban-kewajiban itu tetapi
apabila berbicara mengenai hak, maka secara implisit tersirat adanya kewajiban
meskipun hak dan kewajiban itu sendiri juga sangat subjektif sifatnya.
2. MANUSIA DAN HARAPAN
Ada hubungan antara keadilan
dan harapan yaitu bahwa keadilan memberikan harapan, yaitu adanya keseimbangan
antara hak dan kewajiban dalam hidup sehari-hari. Lalu
bagaimana harapan dapat diwujudkan? Hal ini perlu konsensus dan komitmen dari
semua orang. Harapan adalah keinginan dalam mewujudkan
cita-cita kita. Keinginan untuk memenuhi semua kebutuhan
manusia yang monopluralis dan kebutuhan itu tertuang dalam moralitas Pancasila
(lihat P4).
Jadi
sesungguhnya, Pancasila adalah harapan (bangsa Indonesia) untuk mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Untuk
mewujudkan harapan ini, peran pemimpin sangat penting. Pemimpin
harus menjadi patron, menjadi teladan, menjadi contoh rakyatnya. Karena
semua tindakannya itu menjadi sorotan rakyat, maka segala perilaku dan
tindakannya itu harus dilandasi dengan nilai-nilai moral, dalam hal ini
moralitas Pancasila.
Tujuan dari
upaya-upaya dalam mewujudkan harapan seluruh rakyat bangsa Indonesia sesungguhnya
adalah terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. PANDANGAN
HIDUP
Kesadaran
pada hakikatnya akan selalu melibatkan akal manusia. Dengan
kesadaran, manusia dapat memahami semua perilaku dan tindakannya. Hanya
saja untuk selalu bertindak dan berperilaku baik, manusia harus memiliki tidak
saja kesadaran semata tetapi lebih dari itu adalah kesadaran moral.
Atas dasar
kesadaran moral itulah manusia dapat memilih tindakan yang baik atau buruk. Dengan kesadaran moral ini manusia akan merasa wajib untuk berbuat
baik tanpa paksaan dan tekanan dari pihak mana pun juga. Semua
didasarkan atas keputusan hati nuraninya sendiri. Di
sini, perbuatan baik manusia itu bersifat ‘imperatif
kategoris’.
Manusia
berbuat baik karena memang sudah seharusnya ia berbuat baik dan apabila ia
tidak berbuat baik itu merupakan suatu pelanggaran moral. Unsur-unsur
kesadaran moral (moral conscience) itu ada tiga, yaitu 1) kewajiban, 2)
rasional, dan 3) kebebasan.
Kesadaran
moral memang hanya dimiliki oleh manusia yang berakal, mempunyai perasaan, dan
memiliki kehendak yang bebas (otonomi) untuk selalu mewujudkan perbuatan baik
semata. Sedangkan moralitas seseorang itu dapat digolongkan ke
dalam tiga tingkatan, yaitu 1) Instinctive morality level pada level ini moralitas
seseorang berada pada tingkatan terendah yang sifatnya naluriah/hewani, 2)
Customary morality level, di sini, moralitas seseorang didasarkan kepada adat
kebiasaan atau adat istiadat suatu masyarakat, dan 3) Conscience morality
level, ini adalah kesadaran moral yang dalam realisasinya selalu bergerak di
atas kaidah-kaidah moral.
Bahwa
manusia berbuat baik itu karena memang sudah merupakan kewajiban dan apabila
tidak, maka ia telah melanggar norma-norma moral yang berlaku. Kebajikan
artinya kebaikan. Berbuat kebajikan artinya berbuat kebaikan. Manifestasi dari perbuatan baik adalah melakukan
perbuatan-perbuatan baik yang dilandasi dengan kesadaran moral. Dengan
demikian kita akan selalu merasa wajib melakukan perbuatan baik.
Apabila kita
tidak melakukan perbuatan baik maka kita merasa bahwa itu merupakan suatu
kesalahan. Perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan itu tidak
boleh bertentangan dengan norma-norma yang ada dan berlaku (norma moral, norma
hukum, dan norma agama). Hakikat kodrat manusia itu adalah 1)
sebagai individu yang berdiri sendiri (yang memiliki cipta, rasa, dan karsa),
2) sebagai makhluk sosial yang terikat kepada lingkungannya (lingkungan sosial
dan alam lingkungannya), dan 3) sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Perbuatan-perbuatan
baik manusia haruslah sejalan, sesuai dengan hakikat kodratnya itu.
Norma-norma yang dihadapi
manusia itu ada yang bercorak moral yaitu kewajiban moral, dan nilai moral
(deontic judgements, dan areatic judgements), dan ada yang bercorak bukan moral
(nilai yang nonmoral) yang sifatnya teknis belaka dan tidak mengandung
pertimbangan-pertimbangan penilaian. Norma-norma moral juga ada
yang bersifat evaluatif, artinya norma-norma itu berlaku dan dianggap baik bagi
komunitas tertentu pada waktu tertentu, tetapi pada suatu saat dapat saja
berubah, tidak lagi dapat diberlakukan karena mungkin sudah dianggap tidak baik
lagi, atau norma-norma itu dapat berlaku baik bagi komunitas tertentu, tetapi
belum tentu baik bagi komunitas lain. Sebagai catatan, selain
kebaikan yang sejati ternyata ada juga kebaikan semu.
Kebaikan semu ini suatu
perbuatan baik yang dilakukan seseorang tetapi untuk memperoleh imbalan, baik
imbalan yang berupa materi maupun yang nonmateri. Pada
hakikatnya, pengabdian adalah perwujudan dari rasa dan sikap setia untuk
melayani dengan penuh hormat, percaya, tulus, dan ikhlas. Pengabdian
mencakup beberapa hal, antara lain 1) pengabdian kepada kebaikan (itu sendiri),
2) pengabdian kepada keluarga, 3) pengabdian kepada masyarakat, 4) pengabdian
kepada negara dan bangsa, 5) pengabdian kepada Tuhan atau agama.
Ungkapan
“Manunggaling kawula Gusti” sesungguhnya mengandung beberapa makna yang sesuai
dengan makna pengabdian, antara lain kesesuaian antara sifat-sifat (baik) Tuhan
dengan perilaku dan tindakan manusia perilaku dan tindakan manusia sesuai
dengan sifat-sifat baik Tuhan. Ungkapan itu juga mengandung
makna bahwa manusia haruslah memelihara alam tempat mereka tinggal
4.SIKAP HIDUP
Cita-cita
dan pengorbanan bagaikan mata uang dengan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan.
Cita-cita dan pengorbanan meliputi beberapa hal, antara lain
(a) cita-cita (dan pengorbanan) atas (egoisme) diri, (b) cita-cita (dan
pengorbanan) terhadap keluarga, (c) cita-cita (dan pengorbanan) terhadap
masyarakat, bangsa, dan negara, serta (d) cita-cita (dan pengorbanan) terhadap
agama (Tuhan).
Ungkapan ‘sepi
ing pamrih, rame ing gawe’ selain menggambarkan sikap pantang putus asa
dalam berusaha, dalam mengejar cita-cita, hal itu juga meggambarkan keikhlasan
kita dalam memperoleh imbalan atau reward sesuai dengan usaha yang kita
kerjakan. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan keberadaannya. Berbicara hak, berarti
berbicara mengenai kewajiban, dan sebaliknya. Di dalam hak
terkandung kewajiban. Sebaliknya, di dalam kewajiban terkandung
pula hak, dan inilah yang dinamakan keadilan. Keadilan yaitu
pelaksanaan hak dan kewajiban secara seimbang dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dengan kesadaran moral yang tinggi akan melaksanakan
kewajibannya terlebih dahulu daripada menuntut haknya.
Menurut von Magnis, kewajiban merupakan perasaan wajib untuk melaksanakan
tindakan bermoral. Ini sesuai dengan pendapat Kant yang
menyatakan bahwa kewajiban itu bersifat imperatif kategoris. Kewajiban
bersifat objektif universal, artinya berlaku tetap dan bagi siapa saja serta
tidak terikat ruang dan waktu. Selain itu,kewajiban bersifat
rasional atau masuk akal. Dalam kerangka hak dan kewajiban,
manusia diberi otoritas penuh untuk memilih dan menentukan pilihan sesuai
dengan kehendaknya. Tetapi harus diingat bahwa setiap
pilihannya akan dikenai penilaian moral yang konsekuensinya akan terkena sanksi
moral, hukum (positif), dan agama (hukum Tuhan).
Sesuai dengan sifat kodratnya
sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial, manusia diberi otoritas
untuk menentukan pilihan. Kebebasan dan tanggung jawab adalah
salah satu ‘alat uji’ dari kewenangan dalam memilih yang dimiliki manusia.
Pada akhirnya, kebebasan selalu
diikuti oleh tanggung jawab sebagai konsekuensi moral yang harus ditanggung.
Manusia memang bebas untuk memilih, hanya saja pilihan itu tetap di dalam
kerangka etik (etika pribadi, etika sosial, dan etika theistic) yang ada dan
berlaku.
Anak memerlukan pemeliharaan dan perlindungan khusus
dan tergantung pada bantuan dan pertolongan orang dewasa,terutama pada tahun
tahun permulaan dari kehidupannya.Tidaklah cukup anak-anak di berikan hak-hak
dan kebebasan asasi yang sama dengan orang dewasa.Di bagian dunia keadaan anak
adalah gawat sebagai akibat dari keadaan sosial yang tidak memadai,bencana
alam,sengketa bersenjata,eksploitasi,buta huruf,kelaparan dan ketelantaran.Anak
anak sendiri tidak mampu melawan atau mengubah keadaan tersebut secara efektif
untuk menjadi lebih baik.Oleh karena itu masyarakat internasional mendesak
pemerintah untuk menerima perundang undangan yang mengakui kedudukan dan
kebutuhan khusus anak dan yang menciptakan kerangka perlindungan tambahan yang
kondusif dengan kesejahteraan mereka.[1]untuk
tujuan konvensi “anak berarti setiap manusia di bawah usia 18 tahun
kecuali,berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak,usia dewasa telah mencapai
sebelumnya[2].Pusat
perhatian utama CRC adalah “kepentingan terbaik
anak”.Semua tindakan yang ditetapkan berdasarkan konvensi mengambil prinsip
ini sebagai titik tolaknya.CRC tidak meninggalkan keraguan mengenai fakta bahwa
anak berhak atas hak dan kebebasan yang sama dengan orang dewasa.Hak hak
fundamental tertentu,seperti hak hidup,kebebasan dan keamanan pribadi,hak atas
kebebasan berpikir dan berekspresi,dan hak berkumpul secara damai dan
berserikat dengan tegas diulangi dalam konvensi.Sebagai tambahan konvensi
berusaha memberikan tambahan perlindungan
terhadap penyalahgunaan,penelantaran dan eksploitasi anak[3]
ICRC juga menetapkan alas an dan kondisi kondisi
yang mendasari dapat dicabutnya kebebasan mereka secara sah serta hak anak yang
didakwa telah melakukan pelanggaran hukum pidana [4].Ketentuan
tersebut disajikan dengan lebih rinci dibawah judul penangkapan dan penahan.CRC merupakan traktat.Oleh karena itu
menimbulkan kewajiban yang mengikat menurut hukum bagi Negara Negara anggota
untuk menjamin bahwa ketentuannya dilaksanakan sepenuhnya pada tataran
nasional.Tindakan yang diambil untuk tujuan ini dapat meliputi (tetapi tidak
terbatas pada) penerimaan perundang undangan yang berlaku mengenai anak,atau
penerimaan perundang undangan baru yang sesuai dengan ketentuan sebagaimana
yang telah ditetapkan.
Administrasi
peradilan anak
Melalui sejumlah instrumen
hukum,masyarakat internasional telah mengetahui kedudukan khusus anak yang
tersangkut dengan hukum sebagai pelanggar.Karena usia mereka, anak rentan
terhadap penyalahgunaan,penelantaran dan
eksploitasi dan ancaman.Dalam menjaga tujuan menghindarkan anak dari sistem peradilan pidana dan menyerahkannya
kembali pada masyarakat,maka harus dikembangkan tindakan tindakan khusus
bagi pencegahan pelanggaran anak.
Administrasi peradilan anak tidak
terlalu banyak bedanya dengan hak hak yang menjadi hak anak,sebagai seperangkat
ketentuan yang bertujuan memberikan perlindungan tambahan kepada hak hak orang
dewasa yang tentu saja berlaku sama terhadap para anak.
Instrumen
internasional terkait konvensi anak.
Instrumen internasional berikut ini mengatur
administrasi peradilan:
Konvensi tentang
hak-hak anak (CRC).
Peraturan standar
minimum perserikatan bangsa-bangsa untuk administrasi peradilan anak[5]
Pedoman
perserikatan bangsa bangsa untuk pencegahan pelanggaran hukum anak.[6]
Peraturan
perserikatan bangsa-bangsa bagi perlindungan anak yang dicabut kebebasan
mereka.[7]
Peraturan standar
minimum bagi tindakan non-penahanan [8]
Di antara instrumen-instrumenyang disebutkan diatas,hanya CRC yang
merupakan traktat.Instrumen-instrumen lain dapat dianggap sebagai memberikan
pedoman otoritatif,tetapi ketentuan-ketentuan mereka tidak merupakan kewajiban
yang mengikat menurut hukum bagi Negara Negara kecuali sejauh aturan aturan
tersebut menyatakan kembali kewajiban yang merupakan bagian dari hukum
kebiasaan internasional atau dikodifikasi dalam traktat traktat neka phak.
Tujuan dan lingkup tindakan
Tujuan
dari sistem peradilan anak adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anak dan
menjamin bahwa setiap reaksi terhadap anak pelanggar bukan seimbang dengan
keadaan anak dan pelanggarannya.Anka pelanggar hukum harus dihindarkan dari
sistem peradilan pidana dan diserahkan kembali kepada pelayanan dukungan
masyarakat apabila mungkin.
Instrumen internasional yang
ditegaskan diatas secara khusus dimaksudkan untuk :
Melindungi hak
asasi anak
Melindungi
kesejahteraan anak yang tersangkut urusan hukum.
Melindungi anak
terhadap penyalahgunaan,penelantaran dan eksploitasi.
Dan memperkenalkan
tindakan khusus untuk mencegah pelanggaran hukum anak.
Konvensi tentang Hak anak penting bagi administrasi
peradilan anak.Konvensi menawarkan tindakan berjangkauan luas yang bertujuan
untuk melindungi kepentingan langsung anak.Ini meliputi tindakan yang berusaha
melindungi anak yang tersangkut perselisihan dengan hukum.
CRC
mengharuskan Negara Negara pihak[9]mengambil
tindakan memberantas penyalahgunaan,penelantaran
dan eksploitasi anak,khususnya :
·Penerimaan aturan untuk
memberantas penyalahgunaan obat dan mencegah penyalahgunaan anak dan lalu
lintas perdagangan gelap obat bius.[10]
·Perlindungan terhadap
segala bentuk penyalahgunaan dan eksploitasi seksual,termasuk kegiatan seks
yang tidak sah,eksploitasi anak dalam pelacuran atau praktek seksual yang tidak
sah dan penggunaan eksploitatif anak dalam gambar gambar dan bahan-bahan
pornografi.[11]
·Tindakan tindakan
nasional,bilateral dan multinasional untuk mencegah penculikan,perdagangan atau
lalu lintas perdagangan anak untuk tujuan apapun atau dalam bentuk apapun.[12]
·Perlindungan terhadap
segala bentuk eksploitasi lainnya yang merugikan segi segi kesejahteraan anak.[13]
Implikasi
Bagi Praktek Penegakan Hukum.
Diakui di semua Negara dan semua
masyarakat bahwa anak pelanggar hukum merupakan tipe khusus dari pelanggaran
yang memerlukan perlindungan dan pelakuan khusus.Kenyataan ini telah diakui
pada tataran internasional melalui pengembangan instrumen-instrumen
internasional yang secara khusus dimaksudkan untuk melindungi hak dan
kepentingan anak pelanggar hukum.
Karena anak merupakan tonggak
hubungan pertama dengan sistem peradilan anak,maka sangat penting bagi mereka
untuk bertindak dengan cara yang diberitahukan dan tepat agar melindungi dan
lebih jauh kesejahteraan anak pelanggar hukum.Penghindaran anak dari sistem
peradilan pidana dan pengembaliannya kepada masyarakat memerlukan semacam sikap
dan tindakan dari para pejabat penegak hukum yang berbeda dengan tindakan dan
sikap mereka yang tepat untuk orang dewasa.Penetapan dan pemeliharaan hubungan
kerja dengan kelompok kelompok masyarakat,agen-agen pengasuh anak dan para
pejabat di dalam peradilan yang ditujukan untuk peradilan anak mengaharuskan
pengetahuan dan keterampilan khusus pada pihak para petugas penegak
hukum.Memandang pelanggaran hukum anak sebagai persoalan peralihan yang mungkin
terjadi pada perjalanan dari sifatkanak-kanak ke sifat dewasa,dan pedoman,pemahaman dan tindakan dukungan
pencegahan karenanya lebih sesuai,memerlukan wawasan yang lebih luas daripada
yang diberikan selama pelatihan penegakan hukum rata-rata.
Keberhasilan pelaksanaan tindakan
non-penahanan juga memerlukan pemahaman seksama dari orang tersebut mengenai
anak,serta kemampuan untuk melaksanakan tindakan dengan kerja sama dan
koordiansi erat dengan agen-agen penting lainnya untuk menjamin keberhasilan
reformasi dan rehabilitasi anak pelanggar hukum.Tujuan utamanya di sini adalah
lebih untuk mencegah pengulangan (recidivism) daripada penghukuman untuk
pelanggaran yang telah dilakukan.Pendekatan demikian memerlukan para pejabat
penegak hukum dengan pemahaman yang luas dan menyeluruh tidak hanya mengenai
hak dan kedudukan khusus anak,tetapi juga kedudukan khusus dan hak para anak
korban kejahatan serta kebutuhan akan perlindungan dan kepuasaan masyarakat
.Akan ada banyak kepentingan yang memerlukan perlindungan yang sama dan untuk
kepentingan khusus anak pelanggar hukum tak dapat dinomorduakan atau memberikan
prioritas terhadap mereka tanpa pembenaran seksama.
Literature
: C.De Rover,to serve & to protect
Acuan Universal Penegakan HAM,Raja Grafindo Persada,Jakarta,1998.
[1] Pada tataran internasional Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa
pada tanggal 20 nopember 1989-secara bulat menerima-konvensi tentang hak anak (CRC) yang mengakui perlunya jaminan dan
perawatan khusus,termasuk perlindungan hukum yang tepat bagi anak sebelum dan
setelah kelahirannya.
Polis asuransi kebakaran selain
harus memenuhi syarat-syarat umum Pasal 256 KUHD, juga harus rnenyebutkan
syarat-syarat khusus yang hanya berlaku bagi asuransi kebakaran seperti di
dalam pasal 287 KUHD, untuk mengetahui semua syarat umum serta syarat khusus
yang harus dimuat dalam polis asuransi kebakaran, berikut ini disajikan isi
kedua pasal KUHD tersebut:
1.Hari dan tanggal kapan asuransi kebakaran itu
diadakan.
2.Nama tertanggung yang mengadakan asuransi kebakaran untuk
diri sendiri atau untuk kepentingan pihak ketiga.
3.Keterangan yang cukup jelas mengenai benda yang
diasuransikan terhadap bahaya kebakaran.
4.Jumlah yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran.
5.Bahaya-bahaya (evenemen) penyebab kebakaran yang di
tanggung oleh penanggung.
6.Waktu bahaya-bahaya (evenemen) mulai berjalan dan
berakhir menjadi tanggungan penanggung.
7.Premi asuransi kebakaran yang dibayar oleh
tertanggung.
8.Janji-janji khusus yang diadakan antara pihak-pihak
dan keadaan yang perlu diketahui oleh dan untuk kepentingan penanggung.
9.Letak dan perbatasan benda yang diasuransikan.
10.Pemakaian untuk apa benda yang diasuransikan.
11.Sifat dan pemakaian gedung yang berbatasan, sejauh itu
berpengaruh terhadap risiko kebakaran yang menjadi beban penanggung.
12.Harga benda yang diasuransikan terhadap bahaya
kebakaran.
13.Letak dan perbatasan gedung dan tempat di mana
terdapat, tersimpan atau tertimbun benda bergerak yang diasuransikan.
1) Objek asuransi kebakaran
Benda yang menjadi objek asuransi
kebakaran dapat berupa benda tetap, seperti bangunan, rumah, pabrik, dan benda
bergerak seperti kendaraan bermotor, kapal, serta benda bergerak yang terdapat
di dalam atau sebagai bagian dari benda tetap yang bersangkutan. Misal gedung perkantoran dan benda bergerak perlengkapan
kantor, kendaraan bermotor dan benda bergerak muatan kendaraan tersebut, rumah
dan benda bergerak isi rumah tersebut. Rincian benda objek asuransi kebakaran
dicantumkan dalam polis, apa yang diasuransikan dan berapa jumlah asuransinya.
Benda objek asuransi kebakaran dapat
ditentukan harganya atau belum ditentukan sama sekali. Penentuan harga benda
objek asuransi kebakaran memang sulit dilaksanakan karena tidak semua benda itu
sudah di ketahui harganya, lagi pula dapat berubah harganya selama jangka waktu
berlakunya asuransi kebakaran. Oleh karena itu, penentuan harga benda objek
asuransi tidak begitu disyaratkan atau bukan syarat mutlak, walaupun dalam
Pasal 287 KUHD dinyatakan sebagai salah satu syarat. Hal yang penting adalah
berapa jumlah asuransinya, mengingat ketentuan Pasal 289 ayat (1) KUHD yang
membolehkan pengadaan asuransi dengan jumlah penuh dan ini harus tercantum
dalam polis.
Setiap benda objek asuransi
kebakaran harus jelas terletak di mana dan berbatasan dengan apa. Jika
berbatasan dengan gedung-gedung, bagaimana sifat dan pemakaian gedung- gedung
tersebut, apakah ada dan sejauh mana pengaruhnya terhadap risiko kebakaran yang
menjadi tanggungan penanggung. Jika benda objek asuransi kebakaran itu adalah
benda bergerak, maka perlu dijelaskan letak dan perbatasan gedung dan tempat
tersimpan atau tertimbun benda bergerak tersebut. Setiap benda objek asuransi
kebakaran harus jelas dipakai dan digunakan untuk apa. Syarat pemakaian atau
penggunaan ini ada hubungannya dengan syarat perubahan tujuan penggunaan yang
merupakan pemberatan risiko (Pasa 293 KUHD). Akibatnya. jika terjadi kebakaran
yang menimbulkan kerugian, penanggung tidak berkewajiban mernbayar ganti
kerugian.
Keterangan yang jelas mengenai benda
obyek asuransi kebakaran ada hubungan juga dengan risiko yang menjadi
tanggungan penanggung. Risiko tersebut menjadi dasar penentuan jumlah premi
yang wajib dibayar oleh tertanggung. Makin berat risiko yang ditanggung, makin
besar jumlah premi yang dibayar Jika terjadi pemberatan nisiko karena perubahan
tujuan penggunaan. maka perlu diberitahukan kepada penanggung apakah jumlah
premi ditingkatkan atau penanggung menghentikan asuransi kebakaran tersebut.
2) Evenemen dan Ganti
Kerugian
Bahaya-bahaya penyebab timbulnya
kebakaran yang menjadi tanggungan penanggung diatur dalam Pasal 290 KUHD.
Penanggung menerima sebagai tanggung jawabnya semua kerugian yang ditimbulkan
oleh terbakarnya benda asuransi. Pengertian “terbakar”
meliputi kebakaran biasa dan bahkan yang lebih luas daripada itu. Dalam pasal 290
KUHD disusun sebab-sebab timbulnya kebakaran yang sangat luas:
1)petir, api timbul sendiri, kurang-hati-hati, dan
kecelakaan lain-lain;
2)kesalahan atau itikad jahat dari pelayan sendiri,
tetangga, musuh perampok dan lain-lain;
3)sebab-sebab lain, dengan nama apa saja, dengan cara
bagaimanapun kebakaran itu terjadi, direncanakan atau tidak, biasa atau luar
biasa, dengan tiada kecualinya.
Rumusan pasal 290 KUHD itu sangat
luas, sebagai lex specialis dapat menghapuskan kekuatan berlakunya pasal
249 KUHD. Misalnya, kebakaran sendiri karena cacat pada benda asuransi yang
menurut pasal 249 KUHD, penanggung tidak diwajibkan membayar ganti kerugian,
tetapi menurut ketentuan pasal 290 KUHD, penanggung berkewajiban membayar ganti
kerugian. Menurut Volimar, apabila diteliti
susunan sebab-sebab yang terdapat dalam pasal 290 KUHD khususnya kata-kata pada
bagian akhir pasal tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembentuk undang-undang
memang menghendaki sebab-sebab yang sangat luas, tidak hanya terhadap bahaya
dari luar, tetapi juga terhadap bahaya dari dalam menjadi tanggungan
penanggung. Disamakan dengan kerugian akibat kebakaran adalah kerugian yang
timbul karena kebakaran gedung-gedung yang berdekatan dengan benda asuransi
seperti ditentukan dalam pasal 291 KUHD, yaitu:
a)benda asuransi menjadi rusak atau berkurang karena air
atau alat lain yang dipakai untuk memadamkan kebakaran;
b)benda asuransi hilang karena pencurian atau sebab lain
salama di pemadaman kebakaran atau pertolongan;
c)benda asuransi dirusakkan sebagian atau seluruhnya
atas perintah penguasa dalam usahanya untuk memadamkan kebakaran itu.
Selain itu, ketentuan pasal 292 KUHD
menyatakan, disamakan dengan kerugian karena kebakaran adalah kerugian yang
ditimbulkan oleh ledakan mesiu, ledakan ketel uap, sambaran petir, dan
sebagainya, meskipun ledakan, sambaran itu tidak mengakibatkan kebakaran.
Disamakan dengan kerugian karena kebakaran pasal 292 KUHD sering diperluas lagi
dalam polis sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan.
Kemudian terjadinya evenemen
penyebab kebakaran yang menjadi tanggungan penanggung mengakibatkan timbul
kerugian bagi tertanggung. Dalam hal timbul kerugian, penanggung berkewajiban
membayar klaim yang diajukan oleh tertanggung. Untuk memenuhi kewäjibannya,
penanggung perlu membuktikan apakah kebakaran yang terjadi itu adalah sebab
dari kerugian yang menjadi tanggung jawabnya. Menurut ketentuan pasal 294 KUHD:
“Penanggung dibebaskan dari kewajiban untuk membayar kerugian, apabila dia
membuktikan bahwa kebakaran itu disebabkan oleh kesalahan atau ke tertanggung
sendiri yang sangat melampaui batas”.
Kesalahan tertanggung sendiri secara
umum teratur dalam pasal 276 KUHD, merupakan unsur yang membebaskan penangguag
dari kewajibannya. Menurut ketentuan pasal 276 KUHD:
“Tidak ada kerugian yang disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri
menjadi beban penanggung. Bahkan penanggung tetap memiliki atau menuntut
pembayaran premi apabila dia telah mulai menjalani bahaya”.
Namun, di dalam pasal 294 KUHD
menentukan secara khusus tentang kesalahan tertangguhg sendiri dalam asuransi
kebakaran. Kekhususan pasal 294 KUHD itu adalah penanggung harus dapat
membuktikan bahwa kebakaran itu disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian
tertanggung sendiri yang sangat melampaui batas.
Apabila objek asuransi itu adalah barang bergerak maka
untuk menetapkan nilai barang sesungguhnya, tertanggung harus membuktikannya,
sehingga dapat ditentukan jumlah ganti kerugian yang wajib diganti oleh
tertanggung. Pembuktian tersebut diatur dalam pasal 295 KUHD:
“Pada asuransi atas barang-barang bergerak dan barang dagangan yang
disimpan dalam sebuah rumah, gudang atau tempat penyimpanan lain, jika
alat-alat pembuktian yang disebut dalam Pasal 273, Pasal 274, dan Pasal 275
tidak ada atau kurang mencukupi, maka hakim dapat memerintahkan agar
tertanggung mengangkat sumpah.”
Kerugian dihitung menurut harga
barang-barang pada waktu kebakaran terjadi. Dalam praktik asuransi kebakaran,
risiko yang dijamin ditentukan dengan tegas dalam polis. Dalam polis standar
asuransi kebakaran Indonesia, risiko yang ditanggung ditentukan sebagai
berikut.
Polis ini menjaminn kerugian atau
kerusakan pada harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan yang
secara langsung disebabkan oleh:
(1) Kebakaran= yang terjadi karena kekurang hati-hatian atau kesalahan,
pelayan atau karyawan tertanggurg, tetangga, perampok atau sejenisnya, ataupun
karena sebab kebakaran lain sepanjang tidak dikecualikan dalam polis, termasuk
akibat dari:
(a)
menjalarnya api yang timbul sendiri (self combustion), hubungan arus
pendek (short circuit), atau karena sifat barang itu sendiri (inherent
vice);
(b)
kebakaran yang terjadi karena kebakaran benda lain yang berdekatan, yaitu
kerusakan atau berkurangnya harta benda dan atau kepentingan yang
dipertanggungkan karena air dan atau alat-alat lain yang dipergunakan untuk
menahan atau memadamkan kebakaran, demikian juga kerugian yang di sebabkan oleh
dimusnahkannya seluruh atau sebagian harta benda dan atau kepentingan yang
dipertanggungkan atas perintah yang berwenang dalam upaya pencegahan
menjalarnya kebakaran itu.
(2) Petir= kerusakan yang secara langsung disebabkan oleh petir.
Khusus untuk mesin-mesin, peralatan listrik atau elektronik dan instalasi
listrik dijamin oleh polis ini apabila petir tersebut menimbulkan kebakaran
pada benda-benda yang dimaksud.
(3) Ledakan= pengertian ledakan dalam polis ini adalah setiap
pelepasan tenaga secara tiba-tiba yang disebabkan oleh mengembangnya gas atau
uap. Meledaknya suatu bejana (ketel uap. pipa dan sebagainya) dapat dianggap
ledakan jika dinding bejana itu robek terbuka sedemikian rupa sehingga terjadi
keseimbangan tekanan secara tiba-tiba di dalam maupun di luar bejana. Jika
ledakan itu terjadi di dalam bejana sebagai akibat reaksi kimia setiap kerugian
pada bejana tersebut dapat diberikan ganti kerugian sekalipun dinding bejana
tidak robek terbuka. Kerugian yang di sebabkan oleh rendahnya tekanan di dalam
bejana tidak dijamin oleh polis. Kerugian pada mesin pembakar yang diakibatkan
oleh ledakan di dalam ruang pembakaran atau pada bagian tombol sakelar listrik
akibat timbulnya tekanan gas, tidak dijamin. Dengan syarat apabila terhadap
risiko ledakan ditutup juga pertanggungan dengan polis jenis lain yang khusus
untuk itu, penanggungan hanya menanggung kerugian akibat peledakan sepanjang
hal tersebut tidak ditanggung oleh polis jenis lain itu.
(4) Kejatuhan
Pesawat Terbang= yaitu
benturan fisik antara pesawat terbang atau segala sesuatu yang jatuh dari
pesawat terbang dengan harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan
atau dengan bangunan yang berisikan harta benda dan atau kepentingan yang
dipertanggungkan.
(5) Asap= yaitu asap yang timbul dari kebakaran harta benda
yang dipertanggungkan pada polis ini.
Ketentuan syarat umum mengenai
asuransi rangkap, penanggung menetapkan dalam polis standar asuransi kebakaran
bahwa pada waktu pertanggungan ini dibuat, tertanggung harus memberitahukan
kepada penanggung segala pertanggungan lain atas harta benda dan atau
kepentingan yang sama. Jika kemudian tertanggung menutup pertanggungan lainnya atas
harta benda dan atau kepentin yang sama. hal itu pun wajib diberitahukannya
kepada penanggung. Apa akbatnya bila tentanggung tidak memberitahukannya kepada
penanggung, segala kerugian yang timbul akibat tidak dipenuhinya kewajiban
pemberitahuan menjadi beban tertanggung.
Polis standar asuransi kebakaran
Indonesia juga memuat ketentuan mengenai perubahan risiko. Jika ada perubahan
atau perombakan atas harta benda yang dipertanggungkan atau atas tempat di mana
harta benda yang dipertanggungkan disimpan, sebagian atau seluruhnya
dipergunakan untuk keperluan lain atau kalau barang-barang lain disimpan juga
di sana, sehingga risiko yang dijamin polis menjadi lebih besar dan tertanggung
tahu atau seharusnya tahu akan keadaan demikian itu, tertanggung harus memberitahukannya
kepada penanggung selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender sejak
ada perubahan tersebut.
Sehubungan dengan perubahan risiko
seperti yang telah disebutkan di atas, penanggung berhak menetapkan
pertanggungan ini diteruskan dengan premi yang sudah ada atau dengan premi yang
lebih tinggi atau menghentikan pertanggungan sama sekali. Jika penanggung
menolak meneruskan pentanggungan ini, premi yang sudah dibayar untuk jangka
waktu yang belum habis, dikembalikan kepada tertanggung secara pro-rata.
3) Janji-janji Khusus
Pada asuransi kebakaran mengenai hak
milik berupa gedung, tertanggung dapat minta diperjanjikan:
a.
kerugian yang timbul pada gedung hak milik supaya diganti;
b.
gedung itu supaya dibangun kembali;
c.
gedung itu supaya diperbaiki.
Janji pembangunan kembali atau
perbaikan gedung itu maksimum sampai sebesar jumlah asuransi (pasal 288 ayat
(1) KUHD). Dalam hal penggantian kerugian, harus dihitung perbedaan nilai
gedung sebelum terjadi evenemen dengan nilai gedung sesudah terjadi evenemen.
Ganti kerugian itu harus dibayar secara tunai (pasal 288 ayat (2) KUHD).
Dalam hal ada janji pembangunan
kembali tertanggung wajib membangnnya kembali atau memperbaiki gedungnya dengan
biaya penanggung. Penanggung berhak mengawasi agar uang yang diberikan
penanggung itu dalam waktu yang kalau perlu telah ditentukan oleh hakim benar
benar digunakan untuk membangun gedung yang terbakar itu. Atas permintaan
penanggung, hakim bahkan dapat membebani tertanggung untuk memberi jaminan
secukupnya bilamana ada alasan untuk itu (pasal 288 ayat (3) KUHD).
Menurut ketentuan pasal 289 KUHD,
asuransi kebakaran dapat diadakan dengan jumlah penuh atas benda yang
diasuransikan. Dalam hal diadakan janji untuk membangun kembali jika terjadi
kebakaran, tertanggung dapat memperjanjikan bahwa biaya yang diperlukan untuk
pembangunan kembali itu akan diganti oleh penanggung. Akan tetapi, biaya
pembanguna kembali itu tidak boleh melebihi 3/4 (tiga perempat) dari jumlah
asuransi. Dalam pasal 288 ayat 3 yang berbunyi:
“Apabila dijanjikan, bahwa bangunan yang terbakar akan dibangun kembali
dengan biaya yang jumlahnya tidak boleh lebih dari pada jumlah membangun kembali.”
Si asurador berwewenang untuk
mengawas-awasinya guna mengetahui apakah uang yang ia beri kepada terjamin,
betul-betul dipergunakan oleh terjamin untuk membangun kembali dalam waktu
tertentu, yang kalau perlu ditetapkan lamannya oleh Hakim. Dalam hal ini. Hakim
berwewenang untuk, atas permintaan asurador, meminta jaminan si terjmin, kalau
memang ada alasan untuk itu.
Pasal 289 berbunyi:
1)
Asuransi kebakaran dapat diadakan untuk harga nilai penuh dari barang yang
dijamin.
2)
Apabila diadakan perjanjian membangun kembali, maka harus dijanjikan pula,
bahwa biaya yang diperlukan untuk membangun kembali itu, harus diganti oleh
asurador.
3)
Dalam hal ada perjanjian seperti ini jumlah uang yang dijamin tidak boleh
melebihi dari biaya membangun kembali itu.
Kata-kata dan ayat-ayat pasal ini,
menimbulkan banyak pertanyaan yang oleh Noist
Trenite dalam bukunya tentang Brandverzekering halaman 270 sampai dengan 281
diteliti sarnpai mendalam[1]. Bagi
saya cukup untuk mengutarakan kesimpulan yang dapat ditarik dari kata-kata
dalam pasal itu, yang menurut hemat saya ada maksud yang terkandung oleh
pembentuk undang-undang. Kesimpulan itu sebagai berikut:
Menurut hemat saya, si terjamin
tidak hanya berhak, melainkan ber kewajiban untuk membangun kembali. Dan untuk
ini ia harus menenima sejumlah uang tunai dari asurudor. Uang tunai harus
betul-betul dipergunakan untuk membangun kembali. Dan asurador berwewenang
untuk mengawas-awasi itu. Dalarn hal ini dapat ditentukan tenggang waktu
tertentu pembangunan kembali itu harus se1esai. Hakim dapat turut menetapkan
tenggang waktu ini kalau ada perselisihan.
Apabila perlu, yaitu apabila
dikhawatirkan, bahwa si terjamin tida akan membayar kewajibannya untuk
membangun kembali dalam waktu yang telah ditentukan. Hakim atas tuntutan
asurador dapat menuntut si terjami untuk mengadakan jaminan. Jaminan ini dapat
berupa uang tunai yang oleh terjamin harus dibayarkan kepada suatu Bank dan
tentunya ditujukan untuk kalau perlu, digunak bagi ganti kerugian kepada
asurador, apabila tidak dilakukan pembangunan kembali dan oleh karenanya
asurador menderita kerugian.
B. Asuransi
Laut
Asuransi laut merupakan salah satu
asuransi kerugian yang diatur secara lengkap dalam KUHD. Berkembangnya asuransi
laut karena pelaksanaan pengangkutan atau pelayaran melalui laut yang penuh
dengan ancaman bahaya laut. Asuransi laut diatur dalam:
1)Buku I Bab IX pasal 246-286 KUHD tentang asuransi pada umumnya sejauh tidak
diatur dengan ketentuan khusus.
2)Buku II Bab IX pasal 592-685 tentang asuransi bahaya laut, dan Bab X pasal
686-695 KUHD tentang asuransi bahaya sungai dan periran pedalaman.
3)Buku II Bab XI pasal 709-721 KUHD tentang avarai.
4)Buku II Bab XII pasal 744 KUHD tentang berakhirnya perikatan dalam
perdagangan laut.
Dalam pengertian asuransi laut tidak
terbatas pada lingkungan laut saja, melainkan meliputi juga linkungan darat dan
perairan darat (sungai dan danau)[2].
Bahaya-bahaya yang ditanggung tidak hanya terbatas pada bahaya yang terjadi
laut, tetapi juga mengenai bahaya-bahaya terusan yang dapat terjadi selama
berlangsungnya angkutan, misalnya bahaya kebakaran di pelabuhan. Asuransi laut
pada dasarnya meliputi unsur-unsur berikut:
Objek asuransi yang diancam bahaya, selalu
terdiri dari kapal dan barang muatan.Jenis bahaya yang mengancam benda asuransi, yang bersumber dari alam
(badai, gelombang besar, hujan angin, kabut tebal) dan yang bersumber dari
manusia, sperti perompakan bajak laut, pemberontakan awak kapal, penahanan, dan
sebagainya.Bermacam-macam jenis benda asuransi, yaitu tubuh
kapal, muatan kapal, alat perlengkapan kapal, bahan keperluan hidup, biaya
angkutan.
Polis asuransi laut laut merupakan
akta yang harus ditandatangani oleh penanggung, dengan demikian berfungsi
sebagai bukti telah terjadi perjanjian asuransi laut antara tertanggung dan
penanggung. Asuransi laut di negara-negara maju pada umumnya dibuat di bursa
dengan perantaraan pialang, karena itu polis yang digunakan adalah polis
bursa. Menurut praktik asuransi laut di Indonesia, asuransi laut umumnya dibuat
di perusahaan dengan menggunakan polis perusahaan dengan menggunakan polis
perusahaan yang mempunyai bentuk sendiri-sendiri menurut kehendak perusahaan
yang membuatnya.
Marine Insurance atau asuransi pengangkutan laut mempunyai beberapa maksud dan tujuan,
yaitu:
vRisiko-risiko laut seringkali dalam suatu pelayaran;
vTidak ada perusahaan pelayaran niaga(pengangkut) yang
mau menerima barang-barang untuk diangkut ketempat tujuan ,jika barang-barang
tersebut tidak diasuransikan;
vUntuk meringankan beban pemilik barang dalam persoalan
tuntutan ganti rugi terhadap pengangkut;
vJuga untuk meringankan beban pengangkut dalam soal
tuntutan ganti rugi.
ØPertanggungan hanya dapat ditutup jika tertanggung
mempunyai kepentingan (interest) atas
hak milik yang ditanggung (pasal 250 KUHD);
ØPertanggungan hanya dapat ditutup atas kepentingan
yang boleh ditanggungkan (insurable
interst/property);
ØInsurable Interest, barang yang dapat diperdagangkan secara sah dengan tujuan pengangkutan
harus legal (pasal 599 KUHD).
Menurut ketentuan pasal 593 KUHD,
yang dapat menjadi objek asuransi laut adalah benda-benda berikut ini:
1)Tubuh kapal kosong atau bermuatan, dengan atau tanpa persenjataan, berlayar
sendirian atau bersama-sama dengan kapal lain.
2)Alat perlengkapan kapal.
3)Alat perlengkapan perang.
4)Bahan keperluan hidup bagi kapal.
5)Barang-barang muatan.
6)Keuntungan yang diharapkan diperoleh.
7)Biaya angkutan yang akan diterima.
Pada asuransi atas kapal tanpa
penjelasan lebih lanjut, harus diartikan sebagai asuransi kapal kosong (kasko),
alat perlengkapan kapal, dan alat perlengkapan perang, yang dimaksud dengan
kapal kosong adalah kapal tanpa alat perlengkapan, tanpa muatan dan lain lain
isi kapal.Undang-undang tidak mengatur tentang asuransi
keselamatan perjalanan kapal, yang bukan mengenai kasko. Asuransi ini diadakan
berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan penanggung, dan terhadapnya
berlaku ketentuan-ketentuan umum asuransi dan tidak berlaku ketentuan-ketentuan
asuransi kapal pada khususnya.
Asuransi laut dapat juga diadakan
atas barang muatan tetapi kapal yang mengangkutnya tidak jelas, sedangkan
penjelasan lebih lanjut mengenai kapal itu tidak ada. Asuransi laut ini disebut
asuransi In Quovis. Asuransi In Quovis
diatur dalam pasal 595 KUHD sebagai berikut:
“Apabila tertanggung tidak mengetahui dalam kapal mana barang-barang yang
akan diterimanya itu dimuat, maka penyebutan nama kapal dan nakodanya tidak
diharuskan, asalkan dalam polisnya dinyatakan tentang tidak diketahuinya hal
itu oleh tertanggung disertai tanggal dan nama penanda tanganan surat pengantar
yang terakhir. Dengan cara ini kepentingan tertanggung dapat diasuransikan
untuk suatu waktu tertentu”.
Berdasarkan ketentuan pasal
tersebut, barang-barang muatan dapat diasuransikan secara in quovis, apabila dipenuhi tiga syarat yang dicantumkan dalam
polis, yaitu:
1)Tertanggung betul-betul tidak mengetahui kapal yang memuat
barang-barangnya.
2)Tanggal dan nama penanda tangan surat pengantar yang terakhir.
3)Kepentingan tertanggung hanya dapat diasuransikan untuk suatu waktu
tertentu saja.
Apabila terjadi evenemen yang menimpa
kapal yang mengangkut barang-barang yang diasuransikan itu, tertanggung wajib
membuktikan bahwa barang-barangnya itu telah dimuat dalam kapal tersebut dalam
waktu yang telah ditentukan (pasal 650 KUHD). Bahaya-bahaya laut yang
digolongkan sebagai evenemen terdiri dari dua golongan, yaitu:
a)Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari alam, misalnya badai, gelombang
besar, hujan angin, kabut tebal, batu karang, gunung es, dan lain-lain.
b)Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari manusia, baik dari awak kapal maupun
dari pihak ketiga, misalnya pemberontakan awak, penahanan dan perampasan oleh
penguasa negara.
Berikut ini syarat-syarat seseorang
mengajukan klaim atas asuransi pengangkutan laut, yaitu[3]:
1)Yang menuntut ganti rugi dia harus membuktikan kalau
ia adalah pihak yang berkepentingan (pasal 250 KUHD);
2)Yang menuntut ganti rugi harus membuktikan
barang-barangnya benar-benar mengalami kerusakan/kerugian (pasal 481 dan 483 KUHD);
3)Yang menuntut ganti rugi harus membuktikan bahwa, atau
kejadian yang mengakibatkan kerugian/kerusakan atas barang-barang adalah suatu
kejadian atau bencana yang ditanggung dalam polis;
4)Yang menuntut ganti rugi harus membuktikan bahwa telah
lebih dulu mengajikan tuntutan ganti rugi kepada pengangkut, tapi ditolak;
5)Yang menuntut ganti rugi harus menjelaskan (disertai
bukti) besarnya kerugian/kerusakan barang-barang yang dipertanggungkan;
6)Yang menuntut ganti rugi harus membuktikan bahwa
pengangkut telah diperingatkan bahwa dia akan dituntut terhadap
kerusakan/kerugian barang-barang;
7)Yang menurut ganti rugi harus dapat membuktikan harga
barang-barang yang dipertanggungkan.
Meskipun di dalam asuransi kapal dan
barang-barang muatan telah diatur saat mulai dan berakhirnya asuransi laut,
pasal 634 KUHD memberikan kebebasan kepada tertanggung dan penanggung untuk
menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan itu.menurut ketentuan
pasal 634 KUHD, tertanggung dan penanggung bebas memperjanjikan lain dalam
polis tentang saat mulai dan berakhirnya bahaya yang menjadi beban penanggung.
Untuk lebih
jelasnya ada pada Pasal
643 KUHD yang mengatur tentang asuransi barang-barang cair yang dapat meleleh,
seperti minyak, anggur, sirup. Apabila terjadi kebocoaran pada tempat
penyimpanannya atau karena gocangan-goncangan sehingga benda itu meleleh atau mengalir
ke luar, maka berkuranglah benda cair itu dan menimbulkan kerugian bagi
pemiliknya. Kerugian ini bukan menjadi beban penanggung apabila diadkan janji
khusus dengan klausula “bebas dari
kebocoran dan meleleh” yang dicantumkan dalam polis. Tetapi jika kebocoran
itu terjadi karena tabrakan, pecah, atau terdamparnya kapal, kerugian ini
menjadi beban penanggung.
Kemudian,
dijelaskan lagi dalam Pasal
646 KUHD mengatur tentang asuransi barang- barang yang dapat rusak atau busuk.
Apabila asuransi dibuat dengan klausula “bebas
dari kerusakan”, maka penanggung tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan
barang-barang apabila barang-barang tersebut sampai ditempat tujuan dalam
keadaan rusak atau busuk.Penanggung
juga bebas dari tanggung jawab apabila barang-barang itu selama dalam
perjalanan atau setelah sampai di pelabuhan darurat dijual karena rusak atau
dikhawatirkan akan membusuk, dan akan menulari barang-barang lainnya. Tetapi
kerugian yang ditimbulkan oleh avarai umum misalnya karena barang-barang terpaksa
dibuang ke laut, perampasan, kapal tenggelam, menjadi beban penanggung walaupun
asuransi dibuat dengan klausula “bebas
dari kerusakan”.
Menurut ketentuan pasal 647 KUHD,
dalam suatu asuransi dengan janji (klausula) “bebas dari molest”, penanggung dibebaskan dari kewajiban mengganti
kerugian jika barang-barang yang diasuransikan musnah atau busuk karena
kerusakan, perampasan, perampokan di laut, penahanan atas perintah penguasa,
pernyataan perang dan tindakan pembalasan.
Asuransi gugur segera setelah barang-barang
yang diasuransikan karena molest
tertahan atau menyimpang dari jurusannya. Meskipun demikian, semua kerugian
yang diderita sebelum terjadi molest tertahan atau menyimpang dari jurusannya.
Meskipun demikian, semua kerugian yang diderita sebelum terjadi molest menjadi
tanggungan penanggung.
C. Asuransi Jiwa
1) Pengertian Umum
Dalam
Undang-undang no. 2 tahun 1992, dirumuskan definisi asuransi yang lebih lengkap
jika dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam pasal 246 KUHD. Menurut
ketentuan pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 2 tahun 1992:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan”.
Asuransi jiwa memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan
dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan dan sifatnya
jangka panjang (long time).
2) Contohnya
kasusnya adalah:
a)Ketika
seseorang membeli asuransi kematian dengan jangka waktu 5 tahun dengan uang
pertanggungan 100 juta rupiah maka ia harus membayar premi yang ditentukan oleh
perusahaan asuransi (misalnya 500 ribu rupiah) pertahun, artinya bila
pertanggung meninggal dunia dalam masa perjanjian diatas, maka ahli waris atau
orang ditunjuk akan memperoleh uang dari perusahaan asuransi sebesar 100 juta
namun, bila pertanggung hidup sampai akhir masa perjanjian maka dia tidak akan
memperoleh apa-apa.
b)Ketika
saya terdiagnosa terkena penyakit kritis, perusahaan asuransi akan membayarkan
sejumlah uang untuk biaya pengobatan saya. Jenis penyakit kritis berbeda untuk
setiap perusahaan asuransi, tapi yang umum itu seperti stroke, penyakit
jantung, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
-Kesimpulan:
1.Polis asuransi kebakaran selain harus memenuhi syarat-syarat umum Pasal 256
KUHD, juga harus rnenyebutkan syarat-syarat khusus yang hanya berlaku bagi
asuransi kebakaran seperti di dalam pasal 287 KUHD.
2.Benda yang menjadi objek asuransi kebakaran dapat berupa benda tetap,
seperti bangunan, rumah, pabrik, dan benda bergerak seperti kendaraan bermotor,
kapal, serta benda bergerak yang terdapat di dalam atau sebagai bagian dari
benda tetap yang bersangkutan.
3.Bahaya-bahaya penyebab timbulnya kebakaran yang menjadi tanggungan
penanggung diatur dalam Pasal 290 KUHD.
4.Menurut ketentuan pasal 289 KUHD, asuransi kebakaran dapat diadakan dengan
jumlah penuh atas benda yang diasuransikan.
5.asuransi laut tidak terbatas pada lingkungan laut saja, melainkan meliputi
juga linkungan darat dan perairan darat (sungai dan danau).
6.Bahaya-bahaya laut yang digolongkan sebagai evenemen terdiri dari dua
golongan, yaitu:
a)Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari alam, misalnya badai, gelombang
besar, hujan angin, kabut tebal, batu karang, gunung es, dan lain-lain.
b)Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari manusia, baik dari awak kapal maupun
dari pihak ketiga, misalnya pemberontakan awak, penahanan dan perampasan oleh
penguasa negara.
7.Asuransi jiwa memberikan jasa dalam
penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang
yang dipertanggungkan dan sifatnya jangka panjang (long time).
-saran-saran:
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
-Sumber dari Internet:
a.makalahdanskripsi.blogspot.com/.../makalah-asuransi-kebakaran.htm.
(akses 6 Juni 2012 pukul 19.51 WIB).
b.biboxs.wordpress.com/2011/01/10/makalah-hukum-asuransi/
(akses 6 Juni 2012 pukul 20.02 WIB).
c.kuliahade.wordpress.com/2009/11/03/asuransi-laut/
(akses 6 Juni 2012 pukul 20.13 WIB).
-Sumber
dari buku:
HMN.Purwosutjipto,
Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 1: Pengetahuan DasarHukum Dagang, Djambatan, Jakarta.
Abdulkadir
Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Abdulkadir
Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
[1] Dikutip
dari makalahdanskripsi.blogspot.com/.../makalah-asuransi-kebakaran.htm.
(akses 6 Juni 2012 pukul 19.51 WIB).
[2] Dikutip dari biboxs.wordpress.com/2011/01/10/makalah-hukum-asuransi/
(akses 6 Juni 2012 pukul 20.02 WIB).