UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004
Inti
sari dari BAB II PEMBENTUKAN DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS:
1. Pada
Bab II ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kesatu tentang pembentukan
daerah dan bagian kedua tentang kawasan khusus. Pada bagian kesatu terdiri dari
pasal 1 sampai dengan pasal 8. Pada pasal 4 dan 5 berisi tentang ketentuan dan
cakupan dalam pembentukan suatu daerah otonom, dimana pembentukan daerah dapat
terjadi karena penggabungan beberapa daerah maupun karena adanya pemekaran yang
semula hanya satu daerah, menjadi dua daerah. Kemudian daerah-daerah otonom
yang akan dibentuk tersebut harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan
fisik kewilayahan.
2. Pada
pasal 6 sampai dengan pasal 8 berisi penjelasan cara penghapusan maupun
penggabungan suatu daerah otonom. Pada pasal-pasal tersebut daerah yang dapat
dihapus adalah daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah,
sedangkan untuk penggabungan daerah ialah dilakukan setelah melalui proses
evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersangkutan. Semua
cara penghapusan dan penggabungan daerah tersebut diatur dengan peraturan
pemerintah.
3. Pada
bagian kedua tentang kawasan hanya terdiri dari pasal 9 saja. Kawasan khusus
adalah kawasan yang memiliki potensial tinggi dalam menghasilkan pendapatan
bagi negara, baik dari segi pajaknya maupun dari segi yang lain dikarenakan
daerah tersebut mempunyai sumber daya alam yang melimpah atau karena letaknya
yang strategis dalam jalur perdagangan internasional. Misalnya, adalah daerah
Batam yang langsung berbatasan dengan Singapura. Dalam hal ini, pemerintah
pusat menjadikan daerah tersebut sebagai kawasan khusus, untuk menyelengarakan
fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.
Inti
sari dari BAB III PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN:
1. BAB
III ini terdiri dari pasal 10 sampai pasal 18. Pada pasal 10 sampai 13
menjelaskan tentang bagian-bagian mana saja yang menjadi wewenang pemerintahan
daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahannya. Urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah adalah semua urusan pemerintahan,
kecuali hal-hal yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Keenam urusan tadi
merupakan urusan pemerintah pusat, bukan untuk pemerintah daerah. Saat
menyelenggarakan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar
susunan pemerintahan. Maksudnya adalah, harus ada pelaksanaan hubungan
kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan
kota atau antar pemerintahan.
2. Di
dalam pelaksanaan pemerintahan daerah ada banyak sekali hubungan-hubungan yang
saling terkait, yaitu Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan
pemerintahan daerah, Hubungan dalam bidang keuangan antar pemerintahan daerah, Hubungan
dalam bidang keuangan, Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah
dan pemerintahan daerah, Hubungan dalam bidang pelayanan umum antar
pemerintahan daerah, Hubungan dalam bidang pelayanan umum, Hubungan dalam
bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah
dan pemerintahan daerah, Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya antar pemerintahan daerah.
Kemudian pemerintahan daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola sumber
daya di wilayah laut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Inti
sari dari BAB V KEPEGAWAIAN DAERAH:
1. Pada
BAB V ini terdiri dari pasal 129 sampai dengan pasal 135. Pada bagian BAB ini,
khususnya pasal 129 sampai pasal 132 menjelaskan tentang kewenangan Pemerintah
untuk melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah, dalam satu
kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional.
Manajemen tersebut terdiri dari penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan,
pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan,
hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian
jumlah. Mengenai perpindahan pegawai negeri sipil dari kabupaten/kota ke
departemen/lembaga pemerintah non departemen atau sebaliknya, ditetapkan oleh
Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
2. Pada
pasal 133 dan 134 berisi tentang penjelasan pengembangan karir pegawai negeri
sipil, dan mengenai gaji ataupun tunjangan pegawai negeri sipil daerah, itu
telah dibebankan pada APBD yang
bersumber dari alokasi dasar dalam dana alokasi umum. Sedangkan pada pasal 135
menjelaskan tentang pegawai negeri sipil, dimana pembinaan dan pengawasan
manajemennya dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri
dan pada tingkat daerah oleh Gubernur.
Inti sari dari BAB VI PERATURAN DAERAH DAN
PERATURAN KEPALA DAERAH:
1. Pada
BAB VI ini terdiri dari pasal 136 sampai pasal 149. Isi dari pasal 136 sampai
138 berisi tentang isi atau muatan suatu perda. Perda dibuat dan ditetapkan
oleh Kepala Daerah yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan dari DPRD.
Perda dibentuk harus berdasarkan pada asas pembentukan perundang-undangan yang
terdiri dari: kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat,
kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan
kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan.
2. Di
dalam pembentukan suatu perda berhak memberikan masukan baik secara lisan maupun
tulisan. Di dalam pasal 142 dalam penyebarluasan rancangan Perda yang berasal
dari DPRD dilaksanakan oleh sekretariat DPRD. Kemudian pada pasal 148 sampai
pasal 149 berisi tentang tugas polisi pamong praja untuk membantu Kepala Daerah
dalam menegakkan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum.
Inti
sari dari BAB VII PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH:
1. BAB
VII terdiri dari pasal 150 sampai dengan pasal 154. Pasal 150 sampai 152
menjelaskan tentang mekanisme pembentukan dan penyusunan perencanaan pembangunan
daerahs ebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, hal
ini sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2. Kemudian
pada pasal 153 dan pasal 154 menjelaskan bahwa, perencanaan pembangunan daerah
harus disusun berdasarkan data dan informasi yang akurat dan dapat
dipertanggung jawabkan (sesuai dengan pasal 152 ayat (2) ), hal ini dilakukan untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi
antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Dan semua tata
cara pembentukan tersebut harus sesuai dengan peraturan pemerintah yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Inti sari dari BAB VIII KEUANGAN DAERAH:
1. Pada
BAB VIII ini dibagi menjadi paragraf kesatu sampai paragraf kesebelas. Pada
paragraf kesatu secara keseluruhan menjelaskan tentang penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban
anggaran pendapatan dan belanja daerah. Mengenai masalah keuangan daerah,
kepala daerah adalah pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah
tersebut. Paragraf kedua menjelaskan tentang sumber keuangan/pendapatan dari
suatu daerah otonom. Sumber pendapatan daerah tersebut berasal dari:
-
pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut
PAD, yaitu:
1)
hasil pajak daerah;
2)
hasil retribusi daerah;
3)
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan; dan
4)
lain-lain PAD yang sah;
-
dana perimbangan; dan lain-lain pendapatan
daerah yang sah.
2. Dana
perimbangan tersebut dapat berasal dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum,
dan, Dana Alokasi Khusus. Khusus untuk DAK tersebut dialokasikan dari APBN
kepada daerah, hal itu tentunya untuk mendukung kegiatan khusus dari suatu
pemerintahan daerah. Kemudian untuk menjaga eksistensi atau keberadaan suatu
daerah otonom, pemerintah pusat dapat mengalokasikan dana darurat kepada daerah
yang dinyatakan mengalami krisis keuangan daerah hal ini dilakukan agar
pemerintahan daerah tersebut tetap ada.
3. Paragraf
Ketiga mengenai surplus dan defisit APBD. Apabila terjadi surplus dalam suatu
APBD maka surplus tersebut digunakan untuk pembayaran cicilan pokok utang yang
jatuh tempo, penyertaan modal (investasi daerah), dan transfer ke rekening dana
cadangan. Pemerintah daerahpun memiliki kewajiban untuk melaporkan posisi
surplus defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap
semester dalam tahun anggaran berjalan.
4. Paragraf
keempat sampai keenam secara keseluruhan membahas tentang BUMD dan pengelolaan
barang daerah. Pengelolaan barang daerah dilaksanakan sesuai dengan kemampuan
keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, dan
transparansi dengan mengutamakan produk dalam negeri sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
5. Pada
paragraf ketujuh khusus membahas mengenai APBD. Rancangan APBD yang disusun dan
ditetapkan oleh Kepala Daerah berdasarkan prioritas dan plafon anggaran sebagai
dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah. Dan
yang paling penting dalam penetapan APBD adalah harus disertai penjelasan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama.
Sedangkan pada paragraf kedelapan membahas tentang perubahan APBD, ada beberapa
faktornya, yaitu:
a)
perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi
kebijakan umum APBD;
b)
keadaan yang menyebabkan harus dilakukan
pergeseran anggaran antar unit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis
belanja; dan
c)
keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan
anggaran tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran
berjalan.
6. Paragraf
kesembilan membahas tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBD yang berupa
laporan yang disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD, yang sebelumnya telah
diperiksa terlebih dahulu BPK setiap 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Paragraf Kesepuluh membahas mengenai Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah tentaag APBD, Perubahan APBD dan Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD. Kepala Daerah selalu pemangku jabatan dalam pengelolaan
keuangan daerah, ia harus menyampaikan RAPBD kepada Menteri Dalam Negeri untuk
dievaluasi, sebelum ditetapkan oleh Gubernur. Dan yang terakhir adalah paragraf
kesebelas yang membahas tentang Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah. Mengenai
tata pelaksanaan keuangan daerah mka Kepala daerah dengan persetujuun DPRD
dapat menetapkan peraturan tentang:
a)
penghapusan tagihan daerah, sebagian atau
seluruhnya;
b)
dan penyelesaian masalah Perdata.
Inti
sari dari BAB IX KERJA SAMA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN:
1. Pada
BAB IX terdiri dari pasal 195 sampai dengan pasal 198. Untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat daerah, maka pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama
dengan pemerintah daerah lainnya, hal ini didasarkan pada pertimbangan efisiensi
da efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan.
2. Kemudian
pada pasal 198 apabila terjadi perselisihan antarprovinsi, antara provinsi dan
kabupaten/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar
wilayahnya, maka Menteri Dalam Negerilah yang memiliki hak untuk menyelesaikan
perselisihan tersebut.
Inti
sari dari BAB X KAWASAN PERKOTAAN:
1. Pada
BAB X ini hanya terdiri dari pasal 199 saja. Kawasan perkotaan salah satu
wilayah yang dapat dikembangkan potensi ekonominya, agar pendapatan asli suatu
daerah dapat lebih meningkat. Kawasan
perkotaan dapat berbentuk:
a)
Kota sebagai daerah otonom;
b)
Bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri
perkotaan;
c)
Bagian dari dua atau lebih daerah yang
berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan.
2. Agar
pemanfaatan daerah perkotaan dapat maksimal maka dalam perencanaan, pelaksanaan
pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan, pemerintah daerah
mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini
sesuai dengan yang diamanatkan pada pasal 199 ayat (6).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar