Jumat, 10 Agustus 2012

“Inti sari dari UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah”


UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004
Inti sari dari BAB II PEMBENTUKAN DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS:
1.      Pada Bab II ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kesatu tentang pembentukan daerah dan bagian kedua tentang kawasan khusus. Pada bagian kesatu terdiri dari pasal 1 sampai dengan pasal 8. Pada pasal 4 dan 5 berisi tentang ketentuan dan cakupan dalam pembentukan suatu daerah otonom, dimana pembentukan daerah dapat terjadi karena penggabungan beberapa daerah maupun karena adanya pemekaran yang semula hanya satu daerah, menjadi dua daerah. Kemudian daerah-daerah otonom yang akan dibentuk tersebut harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
2.      Pada pasal 6 sampai dengan pasal 8 berisi penjelasan cara penghapusan maupun penggabungan suatu daerah otonom. Pada pasal-pasal tersebut daerah yang dapat dihapus adalah daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah, sedangkan untuk penggabungan daerah ialah dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersangkutan. Semua cara penghapusan dan penggabungan daerah tersebut diatur dengan peraturan pemerintah.
3.      Pada bagian kedua tentang kawasan hanya terdiri dari pasal 9 saja. Kawasan khusus adalah kawasan yang memiliki potensial tinggi dalam menghasilkan pendapatan bagi negara, baik dari segi pajaknya maupun dari segi yang lain dikarenakan daerah tersebut mempunyai sumber daya alam yang melimpah atau karena letaknya yang strategis dalam jalur perdagangan internasional. Misalnya, adalah daerah Batam yang langsung berbatasan dengan Singapura. Dalam hal ini, pemerintah pusat menjadikan daerah tersebut sebagai kawasan khusus, untuk menyelengarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.

Inti sari dari BAB III PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN:
1.      BAB III ini terdiri dari pasal 10 sampai pasal 18. Pada pasal 10 sampai 13 menjelaskan tentang bagian-bagian mana saja yang menjadi wewenang pemerintahan daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahannya. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah adalah semua urusan pemerintahan, kecuali hal-hal yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Keenam urusan tadi merupakan urusan pemerintah pusat, bukan untuk pemerintah daerah. Saat menyelenggarakan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Maksudnya adalah, harus ada pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan.
2.      Di dalam pelaksanaan pemerintahan daerah ada banyak sekali hubungan-hubungan yang saling terkait, yaitu Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah, Hubungan dalam bidang keuangan antar pemerintahan daerah, Hubungan dalam bidang keuangan, Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan pemerintahan daerah, Hubungan dalam bidang pelayanan umum antar pemerintahan daerah, Hubungan dalam bidang pelayanan umum, Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah, Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah.
Kemudian pemerintahan daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Inti sari dari BAB V KEPEGAWAIAN DAERAH:
1.      Pada BAB V ini terdiri dari pasal 129 sampai dengan pasal 135. Pada bagian BAB ini, khususnya pasal 129 sampai pasal 132 menjelaskan tentang kewenangan Pemerintah untuk melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah, dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. Manajemen tersebut terdiri dari penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah. Mengenai perpindahan pegawai negeri sipil dari kabupaten/kota ke departemen/lembaga pemerintah non departemen atau sebaliknya, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
2.      Pada pasal 133 dan 134 berisi tentang penjelasan pengembangan karir pegawai negeri sipil, dan mengenai gaji ataupun tunjangan pegawai negeri sipil daerah, itu telah  dibebankan pada APBD yang bersumber dari alokasi dasar dalam dana alokasi umum. Sedangkan pada pasal 135 menjelaskan tentang pegawai negeri sipil, dimana pembinaan dan pengawasan manajemennya dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur.

Inti sari dari BAB VI PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH:
1.      Pada BAB VI ini terdiri dari pasal 136 sampai pasal 149. Isi dari pasal 136 sampai 138 berisi tentang isi atau muatan suatu perda. Perda dibuat dan ditetapkan oleh Kepala Daerah yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan dari DPRD. Perda dibentuk harus berdasarkan pada asas pembentukan perundang-undangan yang terdiri dari: kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan.
2.      Di dalam pembentukan suatu perda berhak memberikan masukan baik secara lisan maupun tulisan. Di dalam pasal 142 dalam penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh sekretariat DPRD. Kemudian pada pasal 148 sampai pasal 149 berisi tentang tugas polisi pamong praja untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakkan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum.

Inti sari dari BAB VII PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH:
1.      BAB VII terdiri dari pasal 150 sampai dengan pasal 154. Pasal 150 sampai 152 menjelaskan tentang mekanisme pembentukan dan penyusunan perencanaan pembangunan daerahs ebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, hal ini sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2.      Kemudian pada pasal 153 dan pasal 154 menjelaskan bahwa, perencanaan pembangunan daerah harus disusun berdasarkan data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan (sesuai dengan pasal 152 ayat (2) ), hal ini dilakukan  untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Dan semua tata cara pembentukan tersebut harus sesuai dengan peraturan pemerintah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.





Inti sari dari BAB VIII KEUANGAN DAERAH:
1.      Pada BAB VIII ini dibagi menjadi paragraf kesatu sampai paragraf kesebelas. Pada paragraf kesatu secara keseluruhan menjelaskan tentang penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah. Mengenai masalah keuangan daerah, kepala daerah adalah pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah tersebut. Paragraf kedua menjelaskan tentang sumber keuangan/pendapatan dari suatu daerah otonom. Sumber pendapatan daerah tersebut berasal dari:
-          pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
1)      hasil pajak daerah;
2)      hasil retribusi daerah;
3)      hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4)      lain-lain PAD yang sah;
-          dana perimbangan; dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
2.      Dana perimbangan tersebut dapat berasal dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan, Dana Alokasi Khusus. Khusus untuk DAK tersebut dialokasikan dari APBN kepada daerah, hal itu tentunya untuk mendukung kegiatan khusus dari suatu pemerintahan daerah. Kemudian untuk menjaga eksistensi atau keberadaan suatu daerah otonom, pemerintah pusat dapat mengalokasikan dana darurat kepada daerah yang dinyatakan mengalami krisis keuangan daerah hal ini dilakukan agar pemerintahan daerah tersebut tetap ada.
3.      Paragraf Ketiga mengenai surplus dan defisit APBD. Apabila terjadi surplus dalam suatu APBD maka surplus tersebut digunakan untuk pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo, penyertaan modal (investasi daerah), dan transfer ke rekening dana cadangan. Pemerintah daerahpun memiliki kewajiban untuk melaporkan posisi surplus defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berjalan.
4.      Paragraf keempat sampai keenam secara keseluruhan membahas tentang BUMD dan pengelolaan barang daerah. Pengelolaan barang daerah dilaksanakan sesuai dengan kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, dan transparansi dengan mengutamakan produk dalam negeri sesuai dengan peraturan perundangundangan.
5.      Pada paragraf ketujuh khusus membahas mengenai APBD. Rancangan APBD yang disusun dan ditetapkan oleh Kepala Daerah berdasarkan prioritas dan plafon anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah. Dan yang paling penting dalam penetapan APBD adalah harus disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama. Sedangkan pada paragraf kedelapan membahas tentang perubahan APBD, ada beberapa faktornya, yaitu:
a)      perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;
b)      keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja; dan
c)      keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan.




6.      Paragraf kesembilan membahas tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBD yang berupa laporan yang disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD, yang sebelumnya telah diperiksa terlebih dahulu BPK setiap 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Paragraf Kesepuluh membahas mengenai Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah tentaag APBD, Perubahan APBD dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD. Kepala Daerah selalu pemangku jabatan dalam pengelolaan keuangan daerah, ia harus menyampaikan RAPBD kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi, sebelum ditetapkan oleh Gubernur. Dan yang terakhir adalah paragraf kesebelas yang membahas tentang Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah. Mengenai tata pelaksanaan keuangan daerah mka Kepala daerah dengan persetujuun DPRD dapat menetapkan peraturan tentang:
a)      penghapusan tagihan daerah, sebagian atau seluruhnya;
b)      dan penyelesaian masalah Perdata.

Inti sari dari BAB IX KERJA SAMA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN:
1.      Pada BAB IX terdiri dari pasal 195 sampai dengan pasal 198. Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah, maka pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah lainnya, hal ini didasarkan pada pertimbangan efisiensi da efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan.
2.      Kemudian pada pasal 198 apabila terjadi perselisihan antarprovinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, maka Menteri Dalam Negerilah yang memiliki hak untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.

Inti sari dari BAB X KAWASAN PERKOTAAN:
1.      Pada BAB X ini hanya terdiri dari pasal 199 saja. Kawasan perkotaan salah satu wilayah yang dapat dikembangkan potensi ekonominya, agar pendapatan asli suatu daerah dapat lebih meningkat.  Kawasan perkotaan dapat berbentuk:
a)      Kota sebagai daerah otonom;
b)      Bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan;
c)      Bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan.
2.      Agar pemanfaatan daerah perkotaan dapat maksimal maka dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan, pemerintah daerah mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan pada pasal 199 ayat (6). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar