Kamis, 20 Desember 2012

analisis Putusan KPPU Nomor: 10/KPPU-L/2005



BAB 1
PENDAHULUAN
  1. Latarbelakang
Usaha atau bisnis merupakan kegiatan yang menjadi tombak dan tolak ukur maju nya suatu Negara. Orang yang terlibat didalam nya berupaya sekuat mungkin untuk mendapatakan keuntungan sebesar-besarnya demi mencapai kemajuan dan kesuksesan dalam usaha yang dikembangkan nya itu sendiri. Terkadang, usaha yang dilakukan tidak sesuai dengan hokum yang berlaku atau bahkan secara jelas bias merugikan para pengusaha lainnya yang berada dalam pasar yang sama ( Relevan Market).
Mengingat perkembangan ekonomi Negara bergantung pada kemajuan bisnis-bisnis yang berkembang di dalam Negara itu, maka pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dan dilakukan oleh orang-orang tertentu harus diselesaikan dengan campur tangan pemerintah, karena mempengaruhi nasib kemajuan suatu Negara dan kesejahteraan rakyat banyak.
Dalam hal ini, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) yang betindak sebagai lembaga pengawas dalam perkembangan dunia usaha untuk mempertahankan agar persaingan berjalan dengan sehat sehingga tidak terjadi kecurangan-kecurangan yang dapat menghambat (Barrier) para pelaku usaha kecil untuk menjalankan usahanya.
Pada kesempatan ini, saya akan mengkaji keputusan KPPU tentang pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dilakukan oleh beberapa perusahaan pemasok garam ke Sumatera Utara sehingga menyebabkan persaingan yang tidak sehat.

  1. Batasan Masalah
Untuk dapat memecahkan pemasalahan diatas, harus ada batasan-batasan yang diberikan sehingga terlihat jelas apa saja yang menjadi subjek dan objek pemasalahan. Dalam hal hokum persaingan usaha, dikenal Pasar yang bersangkutan, sehingga dapat ditentukan batasan yang diberikan berdasarkan pasar yang bersangkutan, yaitu pasar produk nya (Product Market) garam bahan baku produksi dalam negeri dan pasar wilayah nya (Geographic Market) adalah Sumatera Utara.

  1. Rumusan Masalah
Dari beberapa penjelasan diatas dapat ditentukan beberapa permasalahan, yaitu :
1.      Bagaimana kronologi persaingan tidak sehat perdagangan garam itu terjadi ?
2.      Apakah pasar yang bersangkutan yang menjadi tolak ukur penyelesaian pelanggaran ini oleh KPPU ?
3.      Dugaan Pasal apa saja yang dilanggar oleh perusahaan yang tergugat tersebut ?
4.      Apa keputusan KPPU atas penyelidikan yang dilakukan ?










BAB 2
PEMBAHASAN
1.      Uraian Singkat Kejadian
Kejadian bermula ketika para pengusaha Garam tertentu (Pelapor) merasa adanya kejanggalan yang terjadi pada proses pemasokan barang ke Sumatera Utara yaitu :
1.      Adanya kesulitan bagi perusahaan selain PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja dan UD Sumber Samudera yang dikenal dengan istilah ‘G4’ untuk memperoleh garam bahan baku langsung dari PT Garam, PT Budiono dan PT Garindo yang dikenal dengan istilah ‘G3’.
2.      adanya kesepakatan secara lisan yang dilakukan G3 dengan G4 untuk menetapkan harga produk PT Garam lebih tinggi dibandingkan dengan harga produk PT Budiono dan PT Garindo.
3.      adanya penguasaan pasokan garam bahan baku ke Sumatera Utara oleh G3.
Identitas Terlapor adalah sebagai berikut :
1.      PT Garam adalah badan usaha milik negara yang didirikan untuk tujuan melakukan kegiatan usaha industri garam beserta angkutannya, pembinaan usaha pegaraman rakyat; serta pengendalian stok dan stabilisasi harga garam secara nasional sebagaimana diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1991. Dalam prakteknya, PT Garam memproduksi dan memasarkan garam bahan baku termasuk ke Sumatera Utara.
2.      Bahwa PT Budiono adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas yang anggaran dasarnya telah mengalami perubahan berdasarkan akte Nomor 26 tanggal 20 Juli 2001 dibuat oleh Notaris Laksmi Moerti Adhianto, SH, dengan kegiatan usaha antara lain menjalankan usaha pembuatan garam sekaligus memasarkan, menjual, dan memperdagangkan hasil–hasil usaha tersebut di dalam maupun keluar negeri. Dalam prakteknya, PT Budiono melaksanakan usaha memproduksi dan memasarkan garam bahan baku maupun garam konsumsi beriodium serta garam industri termasuk ke Sumatera Utara.
3.      Bahwa PT Garindo adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan Akte Pendirian Nomor 263 tanggal 30 April 1980 dibuat oleh Notaris Soetjipto, SH di Surabaya, dengan melakukan usaha antara lain perdagangan umum, keagenan, pertanian, dan industri. Dalam prakteknya, PT Garindo melaksanakan usaha memproduksi dan memasarkan garam bahan baku maupun garam konsumsi beriodium serta garam industri termasuk ke Sumatera Utara.
4.      Bahwa PT Graha Reksa adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan Akte Pendirian Nomor 40 tanggal 5 Agustus 1988 dibuat oleh Notaris Linda Herawati, SH di Medan, dengan melakukan kegiatan usaha antara lain bertindak sebagai leveransir, grosir, komisioner, perwakilan atau peragenan dari perusahaan–perusahaan atau badan hukum lain baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam prakteknya, PT Graha Reksa melakukan usaha perdagangan garam terutama di Sumatera Utara.
5.      Bahwa PT Sumatera Palm adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan Akte Pendirian Nomor 26 tanggal 29 Oktober 1997 dibuat oleh Notaris Soeparno, SH, dengan maksud dan tujuan untuk menjalankan land clearing, perkebunan, pabrik, pengangkutan, perdagangan, grosir, leveransir, distributor, kontraktor, industri dan keagenan. Dalam prakteknya, PT Sumatera Palm melakukan usaha perdagangan garam terutama di Sumatera Utara.
6.      Bahwa UD Jangkar Waja adalah usaha dagang yang didirikan dan melakukan kegiatan usaha perdagangan garam berdasarkan Surat Ijin Usaha Perdagangan Nomor 18818/02.13/PM/XI/1995. Dalam prakteknya, UD Jangkar Waja melakukan usaha perdagangan garam terutama di Sumatera Utara.
7.      Bahwa UD Sumber Samudera adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan Surat Ijin Perusahaan Nomor 533/4152/Perind/98 dan melakukan kegiatan usaha perdagangan garam kasar dan halus berdasarkan Surat Ijin Usaha Perdagangan Nomor 3261/02.13/PM/VI/1993 P.I. Dalam prakteknya, UD Sumber Samudera melakukan usaha perdagangan garam terutama di Sumatera Utara.]

2.      Pasar yang Bersangkutan (Relevan Market)
Garam dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis, yaitu garam bahan baku dan garam olahan. Garam bahan baku merupakan garam yang dihasilkan dari proses penguapan air laut yang dapat ditingkatkan kualitasnya melalui proses pencucian atau pemurnian garam. Garam olahan adalah garam bahan baku yang telah diolah sesuai dengan peruntukannya baik untuk konsumsi maupun untuk industry.



Dari Uraian singkat kejadian, dapat disimpulkan Jenis Relevan Market
1.  Pasar Produk (product market)
Bahwa pasar produk dalam perkara ini adalah garam bahan baku produksi dalam negeri.
2.  Pasar Wilayah (geographic market)
Bahwa pasar wilayah dalam perkara ini adalah Sumatera Utara.
Bahwa pasar bersangkutan dalam perkara ini adalah garam bahan baku produksi dalam negeri yang diperdagangkan di wilayah Sumatera Utara.

3.      Dugaan dan Analisis Pasal yang Dilanggar
Berikut beberapa pasal yang dinyatakan dilanggar Terlapor oleh KPPU, yaitu :
1.      Pasal 4 ( Oligopoli ) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999  tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh :
PT Garam, PT Budiono, PT Garindo, PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD Sumber Samudera secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan tersebut.
Analisis :
Pasal ini terbukti dilanggar, karena secara jelas terlihat PT Garam, PT Budiono dan PT Garindo yang dikenal dengan istilah ‘G3’ yang berkuasa membuat perjanjian tertutup kepada PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja dan UD Sumber Samudera yang dikenal dengan istilah ‘G4’ untuk mengatur pasokan garam Ke Sumatera Utara agar bisa dengan mudah menentukan harga.

2.      Pasal 5 (Price Fixing Agreement) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh :
PT Garam, PT Budiono, PT Garindo secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan tersebut.
Analisis :
Pasal yang dilanggar ini berhubungan dengan pasal 4 yang dilanggar, G3 dan G4 membuat perjanjian tertutup sehingga masyarakat dibebankan harga Garam yang melonjak naik, ini merupakan ciri pelanggaran price fixing agreement.

3.      Pasal 6 (Price Discrimination Agreement ) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh:
PT Garam, PT Budiono, PT Garindo secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan tersebut.
Analisis :
Pasal ini berbunyi bahwa, pembeli yang satu membayar berbeda dengan pembeli yang lain pada barang/jasa yang sama. Unsur tersebut terpenuhi dimana harga jual garam bahan baku menggunakan patokan harga garam bahan baku PT Garam yang selalu lebih tinggi Rp 20,- (dua puluh rupiah) per kilogram dibandingkan harga jual garam bahan baku PT Budiono dan PT Garindo. Hal ini menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat.

4.      Pasal 11 ( Kartel) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh :
PT Garam, PT Budiono, PT Garindo secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan tersebut.
Analisis :
Pada Pasal ini, unsure yang terpenuhi adalah mengatur perjanjian dengan usaha pesaing dengan tujuan untuk mengatur harga. Unsur ini telah dipenuhi, dimana perusahaan pemasok Garam G3 yaitu, PT Garam, PT Garindo, dan PT Budiono melakukan penjanjian untuk mengatur harga kepada Perusahaan G4 yang ada di Sumatera Utara.

4.      Keputusan KPPU Nomor: 10/KPPU-L/2005
         Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, akhir nya Sidang Majelis Komisi memutuskan :
1. Menyatakan bahwa PT Garam, PT Budiono, PT Garindo, PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD Sumber Samudera secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
2. Menyatakan bahwa PT Garam, PT Budiono, PT Garindo secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
3. Menyatakan bahwa PT Garam, PT Budiono, PT Garindo secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 6 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
4. Menyatakan bahwa PT Garam, PT Budiono, PT Garindo secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
5. Menyatakan bahwa PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD Sumber Samudera secara sah dan meyakinkan tidak melanggar ketentuan Pasal 13 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
6. Menyatakan bahwa PT Garam secara sah dan meyakinkan tidak melanggar ketentuan Pasal 19 huruf a dan huruf d Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
7. Memerintahkan kepada PT Garam, PT Budiono, PT Garindo untuk memberikan ketentuan dan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha selain PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD Sumber Samudera untuk memasarkan garam bahan baku di Sumatera Utara;
8. Melarang PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD Sumber Samudera melakukan tindakan yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk memperoleh pasokan garam bahan baku dari PT Garam, PT Budiono, PT Garindo; 9. Menghukum PT Garam, PT Budiono, PT Garindo, PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD Sumber Samudera masing-masing untuk membayar denda sebesar Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran penerimaan bukan pajak Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I Jl. Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212, apabila tidak melaksanakan perintah dan larangan yang disebut dalam diktum butir 7 dan butir 8 putusan ini.







BAB 3
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa, Perusahaan pemasok PT Garam, PT Budiono, PT Garindo yang disebut G3 dan Perusahaan penerima Garam PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD Sumber Samudera yang disebut G4 terbukti melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pada Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 11 yang menyebabkan tertutupnya kesempatan perusahaan lain untuk menjalankan bisnisnya.
2.      Saran
Sebaiknya dalam mengawasi perkembangan bisnis di Indonesia, KPPU lebih berfungsi untuk mencegah bukan mengatasi atau menyelesaikan pelanggaran yang timbul, sebab secara tidak langsung terdapat banyak kerugian yang diderita oleh pengusaha-pengusaha garam lain walaupun keputusan ini telah dikeluarkan.









DAFTAR PUSTAKA
Keputusan KPPU Nomor: 10/KPPU-L/2005 Tentang Pelanggaran Perdagangan Garam Di Sumatera Utara.

Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, Jakarta;2009.
Mertokusumo, S. (2006). Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty.
Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Adi Nugroho, Susanti, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta;Puslitbang/Diklat Mahkamah Agung, 2001).

analisis Putusan Perkara Nomor 15/Kppu-L/2007



Putusan Perkara Nomor 15/Kppu-L/2007 Tentang Adanya Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Berkaitan dengan Lelang Pembangunan Mall di Kota Prabumulih
a.    Uraian Singkat tentang Pihak Terlapor
Tentang Identitas Terlapor
-       PT. Prabu Makmur selaku Terlapor 1, beralamat kantor di jalan Radial No. 25, Palembang adalah pelaku usaha yang berbentuk badan usaha yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Komanditer yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 28 tanggal 28 April 2006 yang dibuat okleh Notaris Mulkan Saruwan yang melakukan kegiatan usaha pembangunan, perdagangan, pengangkutan darat dan perbengkelan
-       PT. Sungai Musi Perdana selaku Terlapor II, beralamat kantor di Jalan Radial No. 25, Palembang, adalah pelaku usaha yang berbentuk badan usaha yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Komanditer yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 07 tanggal 13 September 2006 yang dibuat oleh Notaris Mulkan Rasuwan yang melakukan kegiatan usaha pembangunan, perdagangan, pengangkutan darat dan jasa
-       PT.  Putra Prabu selaku Terlapor III, beralamat kantor di jalan Radial No. 25, Palembang, adalah pelaku usaha yang berbentuk badan usaha yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 45 tanggal 07 September 1994 yang dibuat oleh Notaris Heniwati Ridwan, SH, yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang perdagangan umum, termasuk perdagangan impor/ekspor, antar pulau baik untuk perhitungan sendiri maupun atas tanggungan pihak lain secara komisi, serta usaha sebagai leveransier, grossier, supplier, distributor dan perwakilan/keagenan perusahaan-perusahaan lain; melakukan usaha di bidang pembangunan yaitu kontraktor, pemborongan pendirian bangunan-bangunan, pembuatan jembatan-jembatan, jalan-jalan, irirgasi dan pekerjaan-pekerjaan lainnya dalam bidang pembangunan; melakukan usaha yang berhubungan dalam bidang pengangkutan orang dan barang melalui darat; melakukan usaha dalam bidang perusahaan pembangunan perumahan-perumahan
-       PT. Makassar Putra Perkasa selaku Terlapor IV, beralamat kantor di jalan Andi Pangeran Pettarani, Kompleks Business Centre III Blok B/12, Makassar, adalah pelaku usaha yang berbentuk badan usaha yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 2 tanggal 1 September 2003 yang dibuat oleh Notaris Kasmaningsih Kasim, SH, yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang pembangunan, meliputi: pemborongan pada umumnya, pembangunan konstruksi gedung, jembatan, jalan, Bandara-Dermaga, pemasangan instalasi-instalasi; menjalankan usaha di bidang perdagangan ekspor dan import, distributor, agent dan sebagai perwakilan dari badan-badan perusahaan, perdagangan yang berhubungan dengan usaha real estate dan property; menjalankan usaha-usaha di bidang pertanian, peternakan, periakanan darat/laut dan pertambakan,. Perkebunan tanaman pangan, perkebunan tanaman keras (palawija), perkebunan tanaman industri, perkebunan kopi, perkebunan coklat, perkebunan kelapa
-       PT. Alexindo Sekawan selaku Terlapor V, beralamat kantor jalan Kolonel Atmo No. 58B RT 014 RW 005, Kelurahan 17 ilir, Kecamatan Ilir Timur I, Palembang, adalah pelaku usaha yang berbentuk badan usaha yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 103 tanggal 25 September 1986 yang dibuat oleh Notaris Justin Aritonang, SH, yang melakukan kegiatan usaha perdagangan umum atas segala barang yang dapat diperdagangkan, termasukn ekspor dan import, interinsuler atau loka, dan perusahaanpemborongan (kontraktor) sebagai perencana dan pelaksana dalam mendirikan dan memperbaiki segala jenis bangunan, gedung, jalan, jembatan, pengairan/irigasi
-       PT. Lematang Sentana selaku Terlapor VI, beralamat kantor di jalan Dempo Luar No.425/B Palembang, adalah pelaku usaha yang berbentuk badan usaha yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 16 tanggal 12 September 1989 yang dibuat oleh Notaris Enimarya Agoes Suwarko, SH, yang melakukan kegiatan usaha selaku kontraktor, termasuk perencanaan, melaksanakan dan memborong pekerjaan pembangunan; perdagangan; perdagangan umum; pengangkutan umum; selaku grossir; leveransier, supplier, distributor; perindustrian; perkebunan, pertanian, perikanan, peternakan, dan selaku agen dari perusahaan lain kecuali biro perjalanan/pariwisata
-       Panitia Lelang Barang/Jasa Pembangunan Mall Kota Prabumulih selaku Terlapor VII, beralamat kantor di jalan Jenderal Sudirman No. 1, Prabumulih, dibentuk dengan Keputusan Prabumulih Nomor: 367/KPTS/IV/2006 tanggal 5 Oktober 2006

b.    Kronologis Perkara
Tentang kronologis perkara dibagi dalam beberapa bagian, yakni:
Tentang Kegiatan Pra Lelang;
-     Hak Guna Bangun (HGB) pedagang pasar tradisional Prabumulih yg berakhir bulan Maret 2006, namun hanya beberapa pedagang yang membayar lunas sewa dan sisanya sekitar 15% pedagang belum melunasi sehingga sertifikat masih menjadi agunan di BRI
-     Walikota dan wakilnya berencana membangun Pasar Modern Prabumulih. Pencetus ide dilaksanakannya tender dalam rangka pencarian investor adalah Wakil Walikota yang juga saat itu menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Walikota
-     Plt Walikota pernah ditemui oleh Ferry Soelisthio (Direktur dan Pemilik PT.Prabu Makmur) dan membicarakan mengenai tender pembangunan Pasar Modern Prabumulih. Ferry Soelisthio meminta izin untuk melakukan presentasi di DPRD tentang rencananya untuk membangun Pasar Modern Prabumulih dan Plt. mengizinkannya
-     Ferry Soelisthio melakukan presentasi/pemaparan tersebut di Pemerintah Daerah Prabumulih dan di DPRD  namun Plt.Walikota hanya menghadiri di Pemerintah Daerah Prabumulih
-     Ferry Soelisthio yang bhertindak sebagai Direktur Utama PT Prabu Makmur, adalah satu-satunya investor yang melakukan presentasi/pemaparan sebelum tender
-     Sebelum dilakukan tender pembangunan Mall tersebut, Ferry Soelisthio sudah menjual rencana kios-kios kepada para pedagang baik dari Prabumulih maupun dari Palembang atas nama rekening PT Putra Prabu di Bank Mandiri
-     Bahwa belum ada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk pembangunan pasar modern Prabumulih, proses AMDAL diserahkan kepada investor, dan sampai saat ini AMDAL belum selesai sehingga pembangunan belum dapat dilakukan
Tentang Pelaksanaan Lelang;
-     Tanggal 10 Oktober 2006, Panitia Pengadaan Barang/Jasa Setda Kota Prabumulih mengumumkan pelelangan umum tentang undangan kepada investor (Penyedia Barang/Jasa) bidang arsitektur sub bidang gedung dan pabrik untuk mengikuti lelang pembangunan mall di kota Prabumulih
-     Pada tanggal 11 Oktober 2006  sampai dengan 30 Oktober 2006, dilakukan pendaftaran dan pengambilan dokumen lelang
-     Tanggal 31 Oktober 2006, dilakukam pemasukan dan pembukaan dokumen penawaran dan terdapat 7 perusahaan yang mendaftar dan mengambil dokumen serta memasukkan dokumen penawaran yaitu: PT. Makassar Putra Perkasa, PT. Sungai Musi Perdana, PT. Putra Prabu Makmur, PT. Tiga Reka Persada, PT. Lematang Sentana, PT. Alexindo Sekawan, dan PT. Putra Prabu;
-     Berdasarkan hasil pembukaan sampul penawaran Panitia lelang menyatakan lelang pekerjaan pembangunan Mall Prabumulih gagal karena dari seluruh peserta tidak ada yang sah sehingga panitia mengusulkan kepada Walikota untuk diadakan pelelangan ulang
-     Tanggal 3 November 2006, panitia mengumumkan lelang ulang pembangunan
-     Tanggal 6 November 2006 sampai dengan 17 November 2006, dilakukan pendaftaran dan pengambilan dokumen lelang. Ada 7 Perusahaan yang mendaftar, ketujuh Perusahaan itu merupakan peserta yang sama dengan lelang pertama.
-     Panitia lelang menyatakan ada 1 (satu) peserta yaitu PT. Putra Prabu yang surat penawarannya tidak sah karena nilai penawaran angka dengan huruf tidak sama, namun sebenarnya selain PT. Putra Prabu, dalam dokumen terdapat PT. Tiga Reka Persada yang juga terdapat perbedaan angka dengan huruf namun karena Ketua panitia lelang tidak teliti dalam melihat dokumen penawaran PT. Tiga Reka Persada lolos ke tahap evaluasi administrasi/tidak digugurkan.
-     Bahwa tidak ada aturan atau ketentuan dalam RKS yang menyatakan bahwa dalam pembukaan dokumen sudah dapat menggugurkkan peserta, dalam hal ini panitia menggugurkan peserta
-     Pada tanggal 21 November 2006, Panitia lelang melakukan  evaluasi dokumen penawaran terhadap 6 (enam) peserta lelang.Berdasarkan evaluasi administrasi yang dilakukan panitia, ada 4 (empat) peserta yang dinyatakan tidak lolos evaluasi administrasi yaitu: PT. Tiga Reka Persada, PT. Alexindo Sekawan, PT. Makassar Putra Perkasa, PT. Lematang Sentana;
-     Pada tanggal 22 November 2006, Panitia Lelang kemudian melakukan evaluasi teknis terhadap 2 peserta lelang yang lolos yaitu PT. Prabu Makmur dan PT. Sungai Musi Perdana. Kedua Perusahaan tersebut dinyatakan telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis untuk kemudian dilakukan evaluasi harga;
-     Pada akhirnya tanggal 30 November 2006, Panitia Lelang mengumumkan PT. Prabu Makmur sebagai pemenang lelang pekerjaan pembangunan Mall di Kota Prabumulih.

c.    Dugaan Pasal yang Dilanggar
Dugaan pasal yang dilanggar ialah Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimana dinyatakan bahwa “Pelaku Usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”

d.    Putusan KPPU
1.    Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VII terbukti sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
2.    Menyatakan Terlapor VI tidak terbukti melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
3.    Membatalkan hasil lelang pembangunan Mall di kota Prabumulih tahun 2006;
4.    Menghukum Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V untuk tidak mengikuti tender di seluruh instansi Pemerintah Kota Prabumulih selama 2 (dua) tahun sejak Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap;
5.    Menghukum Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V untuk membayar denda masing-masing sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) apabila melanggar butir 4 (empat) amar Putusan ini, yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha, Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawasan Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha)

e.    Analisis Pasal Pelanggaran

     Berdasarkan keterangan para terlapor dan saksi serta dokumen lainnya, Majelis Komisi menilai bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VII terlibat dalam persekongkolan lelang pembangunan Mall di kota Prabumulih tahun 2006. Namun berdasarkan keterangan para terlapor dan saksi serta dokumen lainnya, Terlapor VI (PT. Lematang Sentana) tidak mengikuti dan tidak terlibat dalam persekongkolan lelang pembangunan Mall di Kota Prabumulih tahun 2006.
Pasal 22 Dugaan pasal yang dilanggar ialah Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimana dinyatakan bahwa “Pelaku Usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”
Untuk membuktikan terjadinya pelanggaran itu, ada beberapa pertimbangan unsur-unsur yang memperkuat akan adanya pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, yakni sebagai berikut:
1.         Unsur Pelaku Usaha
Ø   Bahwa yang dimaksud pelaku usaha Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang usaha
Ø   Bahwa yang dimaksud pelaku usaha dalam perkara ini adalah Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VI, maka dalam hal ini unsur pelaku usaha terpenuhi

2.         Unsur Bersekongkol:
Ø   Bahwa yang dimaksud dengan bersekongkol berdasarkan Pedoman Pasal 22 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 adalah kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan tender peserta tender tersebut
Ø   Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol
Ø   Berdasarkan Pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, persekongkolan dapat terjadi dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal, dan gabungan dari persekongkolan vertikal dan horizontal
Ø   Bahwa yang dimaksud dengan persekongkolan horizontal adalah persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa pesaingnya; persekongkolan vertikal adalah persekongkolan yang terjadi antara salah satu atau beberapa pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang atau jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan, sedangkan gabungan persekongkolan  horizontal dan vertikal adalah persekongkolan antara panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa
Ø   Bahwa gabungan persekongkolan horizontal dan vertikal dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor  IV, dan Terlapor V, dan Terlapor VII dalam bentuk sebagai berikut:

Persekongkolan Horizontal;
-        Tindakan Terlapor I memasukkan ketiga perusahaannya dan dua perusahaan lainnya dengan maksud untuk dapat memenuhi persyaratan sah jumlah peserta yang mendaftar (minimal  5 perusahaan) adalah bentuk persekongkolan tender yaitu menciptakan persaingan semu antar peserta
-        Tindakan Terlapor I yang bekerja sama dengan Terlapor V untuk mendapatkan dokumen penawaran Terlapor VI sehingga dapat mendaftarkan dan memasukkan dokumen Penawaran terlapor VI tanpa sepengetahuan Direkturnya adalah bentuk persekongkolan tender yaitu melakukan manipulasi persyaratan teknis dam administratif
-        Bahwa dengan demikian, Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V terlibat persekongkolan horizontal
          Persekongkolan vertikal
-        Tindakan Ferry Soelisthio (Direktur dan pemilik PT. Prabu Makmur) yang menghubungi Plt. Walikota untuk meminta izin melakukan pemaparan baik di kantor Pemerintah Kota Prabumulih maupun di DPRD Kota Prabumulih merupakan upaya melakukan pendekatan dan kesepakatan-kesepakatan dengan penyelenggara sebelum pelaksanaan tender adalah bentuk persekongkolan tender;
-        Bahwa dengan demikian, Terlapor I dan Terlapor VII terlibat dalam persekongkolan vertikal

3.         Unsur Pihak Lain:
-        Bahwa yang dimaksud dengan pihak lain adalah para pihak yang terlibat dalam proses tender yang melakukan persekongkolan tender baik pelaku usaha sebagai peserta tender dan atau subyek hukum lainnya yang terkait dengan tender tersebut;
-        Bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VIII adalah pihak lain yang terlibat dalam proses tender yang identitasnya telah disebutkan disebutkan

4.         Unsur Mengatur dan Menentukan Pemenang Tender
-        Bahwa yang dimaksud dengan tender berdasarkan penjelasan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah tawaran mengajukan harga unruk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau menyediakan jasa
-        Bahwa yang dimaksud dengan tender dalam perkara ini adalah tawaran mengajukan harga untuk pembangunan Mall di Kota Prabumulih tahun 2006
-        Bahwa yang dimaksud dengan mengatur dan atau menentukan pemenang tender berdasarkan pedoman Pasal 22 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 adalah suatu perbuatan  para pihak yang terlibat dalam proses tender untuk bersekongkol yang bertujuan menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya dan/atau memenangkan peserta tertentu dengan cara-cara tertentu
-        Bahwa tindakan Terlapor I bersama-sama dengan Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VII yang menggugurkan Terlapor III (PT. Putra Prabu) dan memenangkan Terlapor I (PT. Prabui Makmur) adalah tindakan untuk mengatur dan menentukan pemenang tender
-        Dengan demikian, unsur mengatur dan atau memenangkan tender terpenuhi

5.         Unsur Persaingan Usaha Tidak Sehat
-        Bahwa yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak s      ehat yang ditetapkan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha
-        Bahwa tindakan bersekongkol sebagaimana diuraikan dalam bagian Tentang Hukum dan tindakan mengatur dan atau menentukan pemenang tender sebagaimana yang diuraikan sebelumnya Tentang Hukum dilakukan dengan cara tidak jujur, melawan hukum,dan menghambat peserta tender lainnya untuk menjadi pemenang tender
-        Dengan demikian, unsur persaingan usaha tidak sehat  telah terpenuhi.







III PENUTUP
            Kesimpulan
Dengan demikian dalam kasus di atas telah jelas bahwa adanya pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa pihak maka dari itu sudah barang tentu akan ada sanksi yang dalam hal ini Majelis Komisi telah merekomendasikan kepada Komisi mengenai sanksi administratif atas setiap kesalahan pihak-pihak terlapor dan juga merekomendasikan agar merekrut Panitia Lelang berbasis kompetensi dan memahami peraturan lelang yang berlaku dan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance).
Persekongkolan penawaran tender dianggap sebagai aktivitas yang dapat menghambat upaya pembangunan negara. Pandangan ini disebabkan bahwa pada hakekatnya persekongkolan atau konspirasi bertentangan dengan keadilan, karena tidak memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh penawar untuk mendapatkan obyek barang dan/atau jasa yang ditawarkan penyelenggara. Akibat adanya persekongkolan tender, penawar yang mempunyai itikad baik menjadi terhambat untuk masuk pasar, dan akibat lebih jauh adalah terciptanya harga yang tidak kompetitif. Persekongkolan penawaran tender termasuk salah satu perbuatan yang dianggap merugikan negara, karena terdapat unsur manipulasi harga penawaran, dan cenderung menguntungkan pihak yang terlibat dalam persekongkolan.
Dalam industri konstruksi merupakan salah satu akar penyebab korupsi di kalangan kaum politikus dan pejabat negara. Hal ini akan mengakibatkan kerugian, karena masyarakat pembayar pajak harus membayar beban biaya konstruksi yang tinggi. Demikian pula di Indonesia, persekongkolan tender mengakibatkan kegiatan pembangunan yang berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikeluarkan secara tidak bertanggung jawab, dan pemenang tender yang bersekongkol mendapatkan keuntungan jauh di atas harga normal, namun kerugian tersebut dibebankan kepada masyarakat luas.
Dalam pemeriksaan perkara-perkara persekongkolan tender, KPPU harus membuktikan unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999. Unsur tersebut meliputi pelaku usaha, bersekongkol, pihak lain, mengatur dan/atau menentukan pemenang tender, dan persaingan usaha tidak sehat. Unsur ”pihak lain” dapat meliputi panitia tender maupun pelaku usaha yang tidak terlibat secara langsung dalam penawaran tender. Unsur bersekongkol dan mengatur dan/atau menentukan pemenang seringkali tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena unsur bersekongkol dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 mengandung pengertian yang luas. Sedangkan pembuktian unsur persaingan usaha tidak sehat menunjukkan, bahwa KPPU harus membuktikan adanya dampak atas persekongkolan tersebut. Dampak tersebut dapat berupa menghalangi pelaku usaha tertentu lainnya, atau bahkan berdampak kerugian pada pelaku usaha secara khusus, dan sekaligus kerugian terhadap negara, jika terdapat unsur korupsi. Proses pembuktian ini akan memerlukan waktu dan tenaga ekstra, karena paing tidak secara ekonomis harus ada bukti adanya kerugian material. Sedangkan aktivitas persekongkolan itu sendiri hampir dapat dipastikan merugikan pihak-pihak terkait, baik pesaingnya maupun bagi negara.
KPPU hanya dapat menerapkan sanksi administratif terhadap pihak-pihak yang terkait dengan persekongkolan tender. Apabila ”pihak lain” adalah panitia tender dari unsur pemerintah terbukti mendukung persekongkolan, KPPU tidak dapat menjatuhkan sanksi administratif, melainkan hanya dapat memberikan rekomendasi kepada atasan pejabat bersangkutan untuk menjatuhkan sanksi administratif. Sanksi tersebut sifatnya mengikat tetapi tidak dapat dimintakan eksekusi ke Pengadilan Negeri. Sedangkan terhadap ”pihak lain” dari unsur pelaku usaha, KPPU memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, berupa denda dan atau ganti rugi, seperti halnya terhadap para pelaku usaha terlapor.